Suarapena.com, JAKARTA – Setelah sebulan penuh berpuasa, umat Islam di Indonesia bersiap menyambut Idulfitri dengan penuh suka cita.
Lebaran bukan hanya soal mudik dan sungkem, tapi juga tentang tradisi daerah yang kaya akan makna dan sejarah.
Dari Grebeg Syawal di Yogyakarta hingga Festival Meriam Karbit di Kalimantan Barat, setiap adat merupakan ekspresi syukur yang unik dan sarat nilai.
Mari kita selami lebih dalam keunikan tradisi Lebaran di Indonesia yang menggambarkan keberagaman dan kekayaan budaya bangsa.
Grebeg Syawal: Syukur Keraton Yogyakarta
Di Yogyakarta, Grebeg Syawal adalah perayaan syukur yang telah berlangsung sejak abad ke-16. Tujuh gunungan yang dibawa abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo menjadi simbol rasa syukur kepada Allah SWT setelah bulan Ramadan.
Perang Topat: Simbol Kerukunan di Lombok
Tradisi unik Perang Topat di Lombok, NTB, mencerminkan kerukunan antar umat Hindu dan Islam. Ketupat yang dilemparkan merupakan simbol kesuburan dan keberkahan bagi masyarakat setempat.
Ronjok Sayak: Api Leluhur Bengkulu
Di Bengkulu, Ronjok Sayak adalah tradisi membakar batok kelapa yang dipercaya sebagai penghubung antara manusia dan leluhur. Tradisi ini dilakukan dengan penuh hikmat dan doa pada malam 1 Syawal.
Binarundak: Silaturahmi Lewat Nasi Jaha
Masyarakat Motoboi Besar di Sulawesi Utara merayakan Idulfitri dengan Binarundak, tradisi memasak nasi jaha yang merupakan sarana silaturahmi dan ungkapan syukur kepada Allah SWT.
Festival Meriam Karbit: Semangat Kebersamaan Kalimantan Barat
Festival Meriam Karbit di Kalimantan Barat lebih dari sekadar tradisi Lebaran. Ini adalah peringatan keberanian dan semangat kebersamaan yang juga mengingatkan pada sejarah berdirinya Kota Pontianak.
Tradisi-tradisi ini bukan hanya perayaan, tapi juga warisan budaya yang memperkaya identitas Indonesia. Dalam keragaman adat Lebaran, terpatri nilai-nilai luhur yang mengikat kita dalam satu benang merah: kebersamaan dan rasa syukur yang mendalam. (sp/prk)