Suarapena.com, MANADO – Bandara Sam Ratulangi di Manado terpaksa menghentikan operasionalnya untuk kedua kalinya dalam sebulan ini, menyusul peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Ruang yang menghasilkan sebaran abu vulkanik.
Penutupan ini diumumkan melalui Notice to Airmen (NOTAM) Nomor A1148/24 NOTAMR A1144/24, berlaku mulai 30 April pukul 08.45 WITA hingga 12.00 WITA, dan telah diperpanjang selama 24 jam hingga 01 Mei 2024 pukul 12.00 WITA.
Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah VIII Manado, Ambar Suryoko, menyatakan, “Kami terpaksa menutup operasional Bandara Sam Ratulangi demi menjaga keselamatan penerbangan dari risiko abu vulkanik.”
Ambar menambahkan bahwa beberapa bandara lain di bawah yurisdiksi kantor tersebut juga mengalami penutupan sementara, termasuk Bandara Djalaluddin yang ditutup hingga pukul 16 WITA hari ini, serta Bandara Melonguane, Bandara Naha, Bandara Siau, Bandara Bolaang Mongondow, Bandara Miangas, dan Bandara Pohuwato yang ditutup selama 24 jam.
Pengawasan intensif terhadap situasi Gunung Ruang dan dampaknya terhadap operasional bandara terus dilakukan.
“Kami melakukan pemantauan setiap jam dan siap memperpanjang NOTAM jika kondisi belum memungkinkan untuk operasional,” ujar Ambar.
Dalam situasi force majeure ini, Ambar berharap pengertian dari masyarakat, khususnya calon penumpang yang terkena dampak keterlambatan dan pembatalan penerbangan.
Saat ini, tercatat 18 penerbangan dibatalkan dengan total 1.745 penumpang terdampak, dan 9 pesawat tidak dapat beroperasi.
Ambar juga mengimbau maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi yang layak kepada penumpang, termasuk opsi pengembalian dana penuh, penjadwalan ulang, atau pengalihan rute ke bandara terdekat jika tersedia kursi. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban penumpang yang rencana perjalanannya terganggu.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah memiliki protokol yang jelas dalam menangani situasi seperti ini, yang tertuang dalam Surat Edaran nomor SE 15 Tahun 2019 dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 153 Tahun 2019. Protokol ini memandu proses pengambilan keputusan kolaboratif dalam menghadapi dampak abu vulkanik terhadap operasi penerbangan.
“Kami akan terus memantau perkembangan situasi dan berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penerbangan,” tutup Ambar dengan tegas. (sp/pr)