Suarapena.com, KLATEN – Ribuan warga memadati Bukit Sidoguro pada Rabu, 17 April 2024, untuk mengikuti puncak tradisi syawalan.
Tradisi ini digelar setiap hari ketujuh di bulan Syawal dalam penanggalan Islam. Berikut adalah rangkaian acara yang berlangsung:
- Kirab Gunungan Ketupat: Acara dimulai dengan kirab gunungan ketupat dari pintu masuk Bukit Sidoguro. Bupati Klaten, Sri Mulyani, Wakil Bupati Yoga Hardaya, dan jajaran Forkopimda Kabupaten turut serta dalam arakan menuju amphiteater Bukit Sidoguro.
- Tari Kreasi dari Sanggar Omah Wayang: Setibanya di tempat itu, rombongan bupati disambut dengan tari kreasi dari Sanggar Omah Wayang.
- Arakan Gunungan Ketupat: Setelah sambutan dan doa bersama, arakan gunungan ketupat yang dihias dengan aneka sayur dan buah memasuki amphiteater Bukit Sidoguro secara berurutan. Pada barisan awal, Duta Pariwisata Kabupaten Klaten membawa udik-udikan dalam keranjang janur.
- Makna Ketupat: Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Klaten, Sri Nugroho, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan bentuk pelestarian budaya nenek moyang. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa memiliki makna “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan, yang dilanjutkan dengan saling memberikan maaf.
- Promosi Pariwisata: Tradisi ini juga berfungsi sebagai bentuk promosi pariwisata di Kabupaten Klaten. Selain itu, menjadi sarana silaturahmi masyarakat dengan Pamong Praja atau unsur pemerintah dalam momen lebaran.
- Dampak Ekonomi: Pihak berharap tradisi ini turut berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar objek wisata Bukit Sidoguro dan Rawa Jombor.
Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengapresiasi antusiasme masyarakat yang hadir memeriahkan tradisi syawalan di Bukit Sidoguro.
Tradisi ini bukan hanya sebagai hiburan dan warisan nenek moyang, tetapi juga sebagai sarana silaturahmi dan melestarikan budaya.
Bupati juga menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin kepada seluruh masyarakat. (sp/ngat)