Suarapena.com, JAKARTA – Potensi yang dimiliki sebuah pertunjukan seni baik itu tari, musik, dan teater sangatlah luas. Ia bukan sekadar media hiburan namun bisa menjadi alat untuk menyampaikan kritik maupun pesan yang sulit terucap. Begitu juga yang dilakukan oleh oleh koreografer asal Yogyakarta Megatruh Banyu Mili. Pada pertunjukan tari Budi Bermain Boal karya Megatruh yang ditampilkan pada 03 dan 04 Juni lalu, mengangkat tentang pendidikan sebagai isu utamanya.
Koreografi dalam pertunjukan Budi Bermain Boal menampilkan tiga penari (Megatruh, Putri, dan Widi) mengenakan seragam Sekolah Dasar (putih-merah) dengan memanfaatkan berbagai atribut yang lazim ditemukan dalam lingkungan sekolah seperti kursi, buku gambar, sepatu, dan kertas, serta pensil. Tarian ini mengajak ratusan mata penonton untuk mengenang kembali bagaimana sekolah membentuk kepribadian murid-muridnya melalui peraturan-peraturan yang diseragamkan dan diwujudkan dalam koreografi dengan aksi teatrikal.
Megatruh menilai sistem pendidikan yang ia alami menerapkan peraturan absolut tanpa mempertimbangkan daya kreatif dan tujuan dari proses belajar mengajar. Dalam mencari inspirasi atas tarian ini, Megatruh mengumpulkan berbagai pengalaman orang yang digabung dengan pengalaman pribadinya. Ia juga menelaah karya-karya dari Augusto Boal sebagai tokoh teater yang ia gunakan namanya untuk pertunjukan ini.
“…inspirasi karya ini adalah karya-karya dari Augusto Boal sebagai pemrakarsa teater kaum tertindas. Di mana teater ia upayakan menjadi media untuk bersuara para kaum-kaum yang selama ini tertindas oleh peran-peran penguasa. Ia selalu memberikan sudut pandang yang berbeda atas sebuah sistem yang ada untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi orang-orang di sekitarnya yang tertahan.”
Tidak hanya menampilkan tarian, interaksi dengan penonton pun juga ditunjukkan dalam pentas tari ini. Para penonton diajak melakukan koreo sederhana dan menyenangkan yang dipandu oleh Widi dan Putri sebagai penari. Megatruh juga berorasi sekaligus membagikan sebuah lembar jawaban yang mengajak penonton untuk mengisi kisah-kisah mereka terkait peraturan-peraturan di lingkungan pendidikan yang pernah penonton alami semasa di bangku sekolah.
Pesan dari Budi Bermain Boal relevan dengan pengalaman pendidikan yang dialami oleh para penonton terutama Asmara Abigail (aktris) yang merasa pertunjukan ini bisa dirasakan oleh seluruh anak Indonesia terutama mengenai trauma-trauma yang terjadi dari masa TK hingga SMA terkait peraturan sekolah,
“Jujur lumayan merinding karena ini kayak trauma-trauma masa kecil dari TK sampai SMA dan aku rasa seluruh anak Indonesia bisa relate dengan karya ini. Semoga setelah Budi Bermain Boal kita bisa mengucapkan selamat tinggal kepada Budi.”
Selain Budi Bermain Boal yang dibawakan oleh Megatruh Banyu Mili, Helatari Salihara masih mengadakan pertunjukan hingga akhir bulan Juni ini yang bisa disaksikan di Teater Salihara. Pertunjukan tersebut antara lain adalah: The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance (Wayan Sumahardika), dan Tuti In The City (Yola Yulfianti).
Megatruh Banyu Mili adalah penari dan koreografer asal Yogyakarta. Megatruh mulai aktif terlibat dalam dunia seni pertunjukan pada 2010 bersama Bengkel Mime Theatre dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Sejak 2018, Megatruh berfokus menciptakan karya yang berangkat dari isu tentang pendidikan; baik dalam pendidikan formal maupun di lingkungan dan keluarga. Karya-karyanya antara lain yaitu Space of Silence (2018), Aku Siapa (2019), Nama Saya Budi (2020), Ini Budi (2020), Ini Bapak Budi (2021) dan Budi Bermain Bola (2022). Pada 2021 bersama Banyu Mili Art Performance, Megatruh membuat platform bertajuk Ruang Menari: Festival Virtual Gerak dan Tari untuk koreografer muda mempresentasikan karya film tari. (sng)