Oleh Alika Khansa
Secret Admirer dan Badjingan Kelas Kakap
“Maaf, aku memang tidak pernah bisa menulis puisi kepada sahabatku yang telah tiada. Maka beruntunglah Orang orang yang bisa menuliskannya”- Sutardji Calzoum Bachri
Malam tadi, samar samar duka tertutup kata. Air mata berganti menjadi lantunan puisi, semua orang sibuk tertegun ke arah pementasan yang berganti, menikmati Kopi Gayo dan membicarakan tentang apa saja yang terdengar latap-latap di telinga.
Tapi tidak bagi saya, saya merenungkan setiap sudut mata manusia yang datang. Membuka mata makna lebar lebar, apa yang membuat mereka memenuhi sesak sebuah gedung sederhana berisi pertunjukkan sarat makna.
Melihat segala penjuru, dan terperangkap pada sepasang mata yang memenjara air matanya, diantara display yang berganti, ia memberikan sebuah perhatian panjang atas apa apa yang telah dilalui bersama seseorang di dalamnya, pengorbanan kasih dan cinta, air mata tawa dan duka, serta berakhirnya kebersamaan yang tak satu setan pun tahu bagaimana rasa di dadanya, ialah sosok ‘Bunda’, bagi anak-anak Ane Matahari.