Scroll untuk baca artikel
Lifestyle

Kualitas Tidur yang Buruk Dapat Meningkatkan Risiko Demensia, Ini Penjelasan Ilmiahnya

×

Kualitas Tidur yang Buruk Dapat Meningkatkan Risiko Demensia, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Sebarkan artikel ini
Kualitas tidur bagi kesehatan otak hingga risiko demensia.
Kualitas tidur bagi kesehatan otak hingga risiko demensia.

Suarapena.com, JAKARTA – Kualitas tidur ternyata memainkan peran penting dalam kesehatan otak dan dapat mempengaruhi risiko demensia, menurut penelitian.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology mengungkap gangguan tidur pada orang berusia 30 hingga 40-an dapat meningkatkan kemungkinan penurunan fungsi otak, seperti memori kerja, kecepatan pemrosesan, dan kemampuan eksekutif, hingga dua atau tiga kali lipat dalam sepuluh tahun mendatang.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Tidur lelap dan fase tidur Rapid Eye Movement (REM) terbukti memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan otak. Penelitian yang dirilis bulan lalu ini menemukan kurangnya tidur lelap dan REM dapat menyebabkan atrofi otak, bahkan dalam jangka waktu 13 hingga 17 tahun setelah gangguan tidur tersebut terjadi. Atrofi ini mirip dengan perubahan yang terjadi pada tahap awal penyakit Alzheimer.

Berita Terkait:  Menangis Bisa Bantu Turunkan Berat Badan? Ini Penjelasannya

Menurut para ilmuwan, saat tidur, otak melewati empat fase berbeda, yang meliputi tidur ringan, tidur lelap, tidur gelombang lambat, dan fase REM. Selama tidur lelap, otak melakukan proses penyembuhan dan pembersihan dengan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna, termasuk protein amiloid yang menjadi ciri khas Alzheimer. Fase REM, di sisi lain, berperan penting dalam memproses informasi dan emosi yang diperoleh saat terjaga.

Para peneliti menjelaskan, gangguan tidur yang berlangsung lama, yang menghambat proses pembersihan ini, dapat mempercepat timbulnya demensia. Dr. Maiken Nedergaard, seorang ahli neurologi di University of Rochester, menyebut kegagalan proses pembersihan otak sebagai penyebab utama percepatan perkembangan demensia.

Berita Terkait:  Ternyata Minum Cokelat Panas atau Teh Hijau Bantu Kurangi Stres

Penelitian lain menunjukkan bahwa durasi tidur REM yang lebih pendek atau waktu yang lebih lama untuk mencapai fase REM juga bisa menjadi indikator risiko demensia di masa depan. Meskipun sulit untuk membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung antara tidur dan demensia, penurunan kapasitas tidur nyenyak dan REM dapat memperburuk penurunan kognitif.

Meski demikian, para ilmuwan menyarankan untuk tidak meremehkan pentingnya tidur berkualitas. Dr. Roneil Malkani, seorang profesor kedokteran di Northwestern University, mengatakan bahwa tidur selama tujuh jam setiap malam adalah langkah yang sederhana namun efektif untuk menjaga kesehatan otak. Tidur yang cukup memberi otak waktu yang diperlukan untuk berfungsi optimal melalui semua tahapan tidur yang penting.

Berita Terkait:  Menurut Penelitian Musik Ternyata Bisa Mengubah Cara Mengingat Kenangan

Peneliti lainnya, Zsofia Zavecz dari University of Cambridge, menyarankan agar seseorang tidur dengan rutinitas yang konsisten dan melakukan kegiatan yang melibatkan otak secara aktif, seperti mempelajari keterampilan baru, guna memperkuat kebutuhan tubuh akan tidur gelombang lambat.

Selain itu, olahraga yang rutin dan pengelolaan stres juga dipercaya dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan membantu dalam proses pembersihan glimfatik, yang pada gilirannya mendukung kesehatan otak yang lebih baik.

Penting untuk memberi cukup waktu bagi tubuh dan otak untuk beristirahat, karena tidur yang berkualitas adalah kunci utama dalam menjaga fungsi otak dan mengurangi risiko penyakit demensia di masa depan. (sp/at)

Eksplorasi konten lain dari Suarapena.com | Suara Pena Mata Hati Bangsa

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca