Suarapena.com, BEKASI – Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengkritisi kasus kecurangan dalam distribusi MinyaKita, mulai dari pengurangan takaran hingga peredaran produk palsu di pasaran. Menurutnya, praktik seperti pengoplosan dan pengurangan takaran terjadi akibat lemahnya sistem pengawasan.
“Kasus pengurangan takaran dan pemalsuan MinyaKita harus menjadi pembelajaran agar pengawasan produk pangan ditingkatkan, sehingga tidak merugikan masyarakat,” ujar Puan dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (14/3/2025).
“Jika Pemerintah tidak segera bertindak tegas dan memperbaiki sistem pengawasan, kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pangan akan semakin menurun,” tambahnya.
Puan juga mendesak penegak hukum untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam kecurangan distribusi MinyaKita. Ia menekankan pentingnya keadilan bagi masyarakat dan mendorong penyelidikan menyeluruh terhadap seluruh rantai distribusi yang memungkinkan terjadinya kecurangan.
“Jika hanya pelaku di tingkat bawah yang dihukum, sementara pihak yang lebih besar lolos dari tanggung jawab, keadilan tidak akan terwujud. Negara harus memastikan kesejahteraan dan keadilan rakyat tidak dikorbankan karena lemahnya pengawasan,” tegas Puan.
Diketahui, Bareskrim Polri telah menetapkan 14 direktur perusahaan sebagai tersangka terkait ketidaksesuaian takaran MinyaKita dengan label kemasan. Modus operandi mereka adalah mengurangi isi kemasan 1 liter menjadi 750-800 mililiter.
Selain itu, polisi juga menggerebek tempat produksi MinyaKita palsu di Cijujung, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang menghasilkan omzet ratusan juta per bulan. Pelaku utama berinisial TRM telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Pelaku diduga mengemas ulang minyak curah dari berbagai daerah seperti Tangerang dan Cakung, kemudian melabelinya sebagai MinyaKita dengan isi hanya 750 mililiter.
Kasus serupa juga terungkap di Depok, Jawa Barat. Dittipideksus Bareskrim Polri menemukan praktik penyelewengan MinyaKita di sebuah pabrik, di mana isi kemasan dikurangi dan dikemas ulang dengan takaran yang tidak sesuai. Pemilik pabrik, AWI, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Puan menyatakan, rangkaian kasus pemalsuan MinyaKita ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan yang dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan.
“Kasus ini membuktikan bahwa sistem pengawasan memiliki kelemahan yang memungkinkan praktik pemalsuan terjadi. Pemerintah harus mengevaluasi sistem pengawasan yang kurang maksimal, sehingga pelaku bisa memalsukan isi MinyaKita tanpa terdeteksi sejak awal,” kata Puan.
“MinyaKita adalah program Pemerintah yang bertujuan menyediakan minyak goreng murah bagi masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Jika produk ini dimanipulasi, dampaknya sangat merugikan rakyat, baik dari segi kualitas maupun harga,” lanjut politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Puan meminta Komisi IX DPR RI yang bermitra dengan BPOM untuk terlibat dalam pengawasan dan inspeksi berkala. Ia juga mengkhawatirkan dampak kesehatan akibat peredaran MinyaKita palsu.
“BPOM harus meningkatkan pengawasan dan inspeksi berkala terhadap produk pangan di semua lini produksi dan distribusi, termasuk merek minyak goreng lainnya. DPR akan ikut mengawasi untuk memastikan masyarakat tidak dirugikan lagi,” ujarnya.
Selain itu, Puan mengingatkan Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan untuk menciptakan sistem pemantauan yang lebih transparan, sehingga setiap rantai distribusi produk bersubsidi dapat diawasi dengan ketat.
“Sistem pengawasan harus diperkuat untuk mencegah praktik penipuan yang merugikan masyarakat sebagai konsumen,” tegas mantan Menko PMK itu.
“Hukuman berat bagi pelaku kecurangan takaran dan pemalsuan pangan harus diterapkan agar memberikan efek jera dan mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan,” pungkas Puan. (sng)