Suarapena.com, BEKASI – Gerakan 30 September atau G30S PKI adalah salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1965, ketika sekelompok orang yang diduga berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) mencoba melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Mereka membunuh tujuh perwira tinggi Angkatan Darat dan menculik beberapa orang lainnya, termasuk dua menteri. Mereka juga mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi yang bertujuan untuk mengganti sistem pemerintahan Indonesia dengan sistem komunis.
Latar belakang gerakan G30S PKI. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya gerakan G30S PKI, antara lain:
– Ketegangan politik antara PKI dan Angkatan Darat. PKI adalah partai politik terbesar ketiga di Indonesia pada saat itu, dengan dukungan dari kalangan buruh, petani, dan intelektual. PKI juga mendapat dukungan dari Presiden Soekarno, yang mengusung konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis). Namun, PKI sering berseteru dengan Angkatan Darat, yang dianggap sebagai penjaga ideologi Pancasila dan keutuhan negara. Angkatan Darat juga khawatir dengan pengaruh komunisme di Indonesia, terutama setelah PKI terlibat dalam pemberontakan di Madiun pada tahun 1948 dan di beberapa daerah lainnya pada tahun 1960-an.
– Kondisi ekonomi dan sosial yang memburuk. Indonesia mengalami krisis ekonomi akibat inflasi, defisit anggaran, hutang luar negeri, dan korupsi. Hal ini menyebabkan kemiskinan, kelaparan, dan ketidakpuasan masyarakat. PKI menyalahkan pemerintah dan golongan kapitalis atas krisis tersebut, dan menuntut reforma agraria, nasionalisasi perusahaan asing, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, Angkatan Darat menyalahkan PKI atas krisis tersebut, dan menuntut pembubaran PKI dan penegakan hukum terhadap anggotanya.
– Kesehatan Presiden Soekarno yang menurun. Presiden Soekarno adalah tokoh sentral dalam politik Indonesia pada saat itu. Ia memiliki karisma dan wibawa yang tinggi, serta mampu menjaga keseimbangan antara berbagai kekuatan politik. Namun, sejak tahun 1964, kesehatan Presiden Soekarno mulai menurun akibat penyakit ginjal kronis. Hal ini membuat posisi Presiden Soekarno semakin lemah dan rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan.
Peristiwa gerakan G30S PKI. Peristiwa gerakan G30S PKI berlangsung dari malam tanggal 30 September hingga pagi tanggal 1 Oktober 1965. Berikut adalah kronologinya:
– Pada malam tanggal 30 September, sekitar pukul 22.00 WIB, sekelompok orang bersenjata mendatangi rumah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Kepala Staf Angkatan Darat. Mereka mengaku sebagai pasukan pengawal Presiden Soekarno yang ingin mengantarkan surat penting dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Ahmad Yani. Namun, ketika Letnan Jenderal Ahmad Yani keluar dari rumahnya untuk menerima surat tersebut, ia langsung ditembak mati oleh salah satu anggota kelompok tersebut.
– Setelah membunuh Letnan Jenderal Ahmad Yani, kelompok tersebut melanjutkan aksinya dengan mendatangi rumah-rumah perwira tinggi Angkatan Darat lainnya. Mereka berhasil membunuh Mayor Jenderal R.S. Suprapto (Kepala Staf Umum Angkatan Darat), Mayor Jenderal M.T.Haryono (Kepala Staf Angkatan Udara), Mayor Jenderal S.Parman (Kepala Badan Pusat Intelijen), Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan (Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat), dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Kepala Pusat Pendidikan Angkatan Darat). Mereka juga menculik Letnan Jenderal S. Nasution (Menteri/Panglima Angkatan Darat) dan Jenderal A.H. Nasution (Menteri Pertahanan dan Keamanan), tetapi keduanya berhasil meloloskan diri. Selain itu, mereka juga menculik beberapa orang lainnya, antara lain Ir. Soeprapto (Menteri Perindustrian Dasar), Air Marshal Omar Dani (Kepala Staf Angkatan Udara), Brigadir Jenderal Supardjo (Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), dan Kolonel Sugiono (Kepala Staf Komando Operasi Mandala).
– Pada dini hari tanggal 1 Oktober, sekitar pukul 03.00 WIB, kelompok tersebut mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi melalui radio RRI. Mereka menyebut diri mereka sebagai Gerakan 30 September, yang bertujuan untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari ancaman kudeta Dewan Jenderal. Dewan Revolusi diklaim terdiri dari 45 orang, yang sebagian besar adalah anggota PKI, Pemuda Rakyat, Gerwani, SOBSI, dan Cakrabirawa. Mereka juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno berada di bawah perlindungan mereka di Halim Perdanakusuma, sebuah pangkalan udara di Jakarta Timur.
– Pada pagi hari tanggal 1 Oktober, sekitar pukul 06.00 WIB, Mayor Jenderal Soeharto, Komandan Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), mendapat laporan tentang peristiwa yang terjadi pada malam hari sebelumnya. Ia segera mengambil alih komando Angkatan Darat dan mengumpulkan para perwira yang masih setia kepada pemerintah. Ia juga menghubungi Presiden Soekarno di Halim Perdanakusuma untuk memastikan keadaannya. Ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk mengepung Halim Perdanakusuma dan menyerang markas Gerakan 30 September di Lubang Buaya, sebuah daerah di pinggiran Jakarta Timur.
– Pada siang hari tanggal 1 Oktober, sekitar pukul 12.00 WIB, Presiden Soekarno meninggalkan Halim Perdanakusuma dengan menggunakan pesawat terbang menuju Istana Bogor. Ia didampingi oleh beberapa pejabat tinggi negara, antara lain Wakil Presiden Mohammad Hatta, Ketua MPRS Chaerul Saleh, Ketua DPR/MPR Nasution, dan Ketua PKI Aidit. Ia juga membawa beberapa tawanan Gerakan 30 September, antara lain Letnan Kolonel Untung (pemimpin Gerakan 30 September) dan Kolonel Latief (salah satu anggota Gerakan 30 September).
– Pada sore hari tanggal 1 Oktober, sekitar pukul 16.00 WIB, pasukan Mayor Jenderal Soeharto berhasil menguasai Halim Perdanakusuma dan Lubang Buaya. Mereka menemukan mayat-mayat perwira tinggi Angkatan Darat yang dibunuh oleh Gerakan 30 September di sebuah sumur tua di Lubang Buaya. Mereka juga menangkap beberapa anggota Gerakan 30 September yang masih bertahan di sana.
Tokoh-tokoh yang gugur dalam gerakan G30S PKI. Berikut adalah tokoh-tokoh yang gugur dalam gerakan G30S PKI:
– Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani: Kepala Staf Angkatan Darat yang dikenal sebagai perwira profesional dan nasionalis. Ia dibunuh di rumahnya oleh Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Mayor Jenderal Anumerta R.S. Suprapto: Kepala Staf Umum Angkatan Darat yang dikenal sebagai perwira loyalis dan disiplin. Ia dibunuh di rumahnya oleh Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Mayor Jenderal Anumerta M.T.Haryono: Kepala Staf Angkatan Udara yang dikenal sebagai perwira berbakat dan visioner. Ia dibunuh di rumahnya oleh Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Mayor Jenderal Anumerta S.Parman: Kepala Badan Pusat Intelijen yang dikenal sebagai perwira cerdas dan berpengalaman. Ia dibunuh di rumahnya oleh Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Brigadir Jenderal Anumerta D.I. Panjaitan: Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat yang dikenal sebagai perwira tegas dan patriotis. Ia dibunuh di rumahnya oleh Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Brigadir Jenderal Anumerta Sutoyo Siswomiharjo: Kepala Pusat Pendidikan Angkatan Darat yang dikenal sebagai perwira pendidik dan inovatif. Ia dibunuh di rumahnya oleh Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Letnan Kolonel Anumerta Pierre Tendean: Ajudan Letnan Jenderal S. Nasution yang dikenal sebagai perwira muda dan berani. Ia tertembak saat melindungi keluarga Letnan Jenderal S. Nasution dari serangan Gerakan 30 September pada malam tanggal 30 September.
– Kapten Anumerta Czi Ahmad Sugeng: Pengawal Letnan Jenderal S. Nasution yang dikenal sebagai prajurit setia dan gagah berani. Ia gugur saat melawan Gerakan 30 September yang menyerang rumah Letnan Jenderal S. Nasution pada malam tanggal 30 September.
– Kapten Anumerta Czi Supriyadi: Pengawal Letnan Jenderal S. Nasution yang dikenal sebagai prajurit setia dan gagah berani. Ia gugur saat melawan Gerakan 30 September yang menyerang rumah Letnan Jenderal S. Nasution pada malam tanggal 30 September.
– Kapten Anumerta Czi Rukman: Pengawal Letnan Jenderal S. Nasution yang dikenal sebagai prajurit setia dan gagah berani. Ia gugur saat melawan Gerakan 30 September yang menyerang rumah Letnan Jenderal S. Nasution pada malam tanggal 30 September.
– Kapten Anumerta Czi Bambang Supeno: Pengawal Letnan Jenderal S. Nasution yang dikenal sebagai prajurit setia dan gagah berani. Ia gugur saat melawan Gerakan 30 September yang menyerang rumah Letnan Jenderal S. Nasution pada malam tanggal 30 September.
– Serma Anumerta Sarwo Edhie Wibowo: Pengawal Presiden Soekarno yang dikenal sebagai prajurit tangguh dan loyalis. Ia gugur saat mengawal Presiden Soekarno dari Halim Perdanakusuma ke Istana Bogor pada siang hari tanggal 1 Oktober.
Dampak gerakan G30S PKI. Gerakan G30S PKI memiliki dampak yang sangat besar bagi Indonesia, antara lain:
– Menimbulkan krisis politik dan keamanan nasional. Gerakan G30S PKI mengguncang stabilitas politik dan keamanan nasional Indonesia, serta menimbulkan ketakutan dan kebencian terhadap komunisme di kalangan masyarakat. Hal ini memicu terjadinya pembantaian massal terhadap anggota, simpatisan, dan dugaan anggota PKI, serta orang-orang yang dianggap terlibat atau mendukung Gerakan 30S PKI, oleh pasukan Angkatan Darat dan kelompok-kelompok anti-komunis lainnya. Estimasi jumlah korban pembantaian bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan orang, tergantung pada sumber dan metode perhitungan . Pembantaian ini juga menyebabkan pengungsi, pengasingan, penahanan, penyiksaan, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya terhadap para korban.
– Mengubah peta politik dan kekuasaan Indonesia. Gerakan G30S PKI mengakhiri era pemerintahan Presiden Soekarno, yang dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. Presiden Soekarno kehilangan legitimasi dan otoritasnya sebagai pemimpin bangsa, serta mendapat tekanan dari berbagai pihak untuk mundur dari jabatannya. Ia akhirnya digantikan oleh Jenderal Soeharto, yang menjadi Presiden Indonesia yang kedua pada tahun 1967. Jenderal Soeharto kemudian memimpin Indonesia dengan sistem pemerintahan yang dikenal dengan sebutan Orde Baru, yang berlangsung hingga tahun 1998. Orde Baru menekankan pada stabilitas, pembangunan, dan anti-komunisme, tetapi juga menimbulkan masalah-masalah seperti korupsi, nepotisme, militerisme, dan pelanggaran hak asasi manusia.
– Mempengaruhi hubungan internasional Indonesia. Gerakan G30S PKI juga mempengaruhi hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara komunis seperti Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Indonesia menjadi semakin menjauh dari negara-negara komunis tersebut, dan lebih mendekatkan diri dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris. Hal ini juga berdampak pada peran Indonesia dalam gerakan Non-Blok, yang merupakan sebuah organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara berkembang yang tidak ingin terlibat dalam konflik antara blok Barat dan blok Timur. Indonesia menjadi kurang aktif dan berpengaruh dalam gerakan Non-Blok setelah terjadinya Gerakan 30S PKI. (*)