Suarapena.com, ISTANBUL – Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, mengungkapkan bahwa dirinya hampir menjadi korban penipuan suara yang dilakukan oleh teknologi kecerdasan buatan (AI).
Penipuan ini menggunakan teknik kloning suara untuk menyamar sebagai pemimpin asing, sebuah kejadian yang semakin menunjukkan bagaimana kecanggihan AI dapat disalahgunakan.
Dalam pernyataannya pada rapat Kabinet pada Rabu, 16 Januari, PM Paetongtarn menyatakan, “Saya ingin memperingatkan semua orang bahwa saya hampir menjadi korban penipuan ini. Masalah ini sangat penting, dan Kementerian Ekonomi Digital serta Masyarakat sudah menangani kasus ini. Penipuan dan kecurangan semakin canggih, dan sangat sulit untuk dideteksi.”
Peristiwa ini berawal ketika Perdana Menteri Thailand menerima sebuah rekaman suara yang meniru suara pemimpin negara lain, yang meminta donasi. Namun, ketika dia mencoba mengakses tautan yang diberikan, ia menemukan bahwa dana yang diminta akan disalurkan ke negara lain.
Kasus ini menjadi sorotan di tengah kekhawatiran global tentang risiko teknologi AI. Sebuah studi yang diterbitkan di Inggris baru-baru ini juga menyoroti dampak negatif dari ketergantungan terhadap AI, yang dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis, terutama di kalangan generasi muda.
Temuan lebih dari 650 responden berusia 17 tahun ke atas menunjukkan bahwa penggunaan AI yang luas dapat memengaruhi keterampilan analitis dan pengambilan keputusan.
Di tengah berkembangnya teknologi, banyak universitas terkemuka di dunia, seperti di Inggris, Kanada, dan AS, kini tengah mengatur penggunaan alat-alat AI guna menjaga integritas akademik dan memastikan penggunaan teknologi tetap bermanfaat tanpa mengorbankan kualitas berpikir kritis. (sp/at)