Sekretaris PCNU Kota Bekasi Ayi Nurdin mengatakan, modal awal dari pertemuan itu adalah adanya kesepakatan bersama untuk menolak full day school. Kemudian penolakan itu akan dilalui dengan proses lobi kepada organisasi atau lembaga setempat agar bersama-sama melakukan aksi damai. Minimal, lanjut Ayi, aksi dilakukan di depan kantor pemegang kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah atau Dinas Pendidikan.
“Kita perlu membentuk tim untuk turun aksi dengan dialog terlebih dulu. Kemudian tim melakukan perumusan langkah. Dialog menjadi langkah awal. Berbagai langkah harus cepat, karena ada desakan yang kuat untuk full day school ini segera direalisasikan. Kalau tim sudah siap, kita persiapkan untuk aksi di tingkatan lokal,” kata Ayi.
Pertemuan ini, kata dia, bentuk ikhtiar penolakan Permendikbud No 23 tahun 2017 Tentang Hari Sekolah. Kebijakan Menteri Muhadjir Effendy itu dinilai akan menggerus pelajaran agama bagi pelajar di Indonesia. Selain itu, berpotensi mengancam eksistensi madrasah diniyah dalam hal penguatan keagamaan.
Dia juga mengatakan, agar masing-masing organisasi dan lembaga yang memiliki kepentingan menolak full day school untuk mengumpulkan tanda tangan atau membuat petisi penolakan full day school. Kalau perlu, menyodorkan sebuah lembaran pernyataan sikap kepada Wali Kota Bekasi untuk ditandatangani. Sehingga, gelombang penolakan kian besar karena mendapat persetujuan dari pimpinan daerah.
Sementara itu, Ketua Persatuan Guru NU (Pergunu) Kota Bekasi Heri Kuswara menyarankan agar jangan hanya melakukan penolakan, tapi juga harus memiliki solusi. Dalam hal ini, ada model baru yang mesti diusulkan ke pemerintah terkait penguatan pendidikan karakter. Sehingga, substansi dengan implementasi jam sekolah menjadi tidak nyambung. Karena menurutnya, penguatan pendidikan karakter itu tidak ada hubungannya dengan kuantitas jam pelajaran, melainkan didapat dari keteladanan guru yang diberikan kepada murid.
“Jadi, selain unjuk rasa, kita juga harus unjuk gagasan. Kita harus memberikan formula baru. Misal, dengan tidak 5 hari. Atau mungkin 5 hari tapi tidak 8 jam, tapi 6 hari. Jadi, sekalipun full day school berjalan, tetap dibutuhkan adanya kolaborasi dengan madrasah diniyah,” ucap pria asal Garut itu.
Selain itu, Ketua PC IPNU Kota Bekasi Adi Prastyo akan mengumpulkan pernyataan sikap penolakan dari murid madrasah diniyah atau lembaga pendidikan di bawah naungan Pergunu dan Ma’arif NU. Hal itu dilakukan dengan tujuan mempertahankan pendidikan karakter yang sudah berlangsung sejak lama di madrasah diniyah.
Akhir-akhir ini, IPNU Kota Bekasi giat mengadakan diskusi internal membahas full day school dan melakukan kajian sebelum turun aksi sebagai bentuk pengimplementasian dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Jadi, selain mendapat intstruksi langsung dari PBNU, kami juga memohon izin ke PCNU setempat terlebih dulu. Kalau diizinkan turun, IPNU Kota Bekasi akan turun langsung,” kata Tyo, sapaan akrab mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Yayasan Pembinaan Ilmu Administrasi Modern Indonesia (STIA YPIAMI) Jakarta.
Pertemuan itu dihadiri oleh beberapa organisasi dan lembaga keagamaan Kota Bekasi. Diantaranya, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), Badan Koordinasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), dan Forum Komunikasi Pendidikan al-Quran (FKPQ). Rencananya sebelum melaksanakan aksi damai pada 25 Agustus 2017, akan dilakukan audiensi kepada pihak terkait. Wali Kota dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi. (aru)