Scroll untuk baca artikel
Pena Kita

Pembangunan Desa Perbatasan Sebagai Gerbang Pertumbuhan Ekonomi

×

Pembangunan Desa Perbatasan Sebagai Gerbang Pertumbuhan Ekonomi

Sebarkan artikel ini
Pembangunan Desa Perbatasan Sebagai Gerbang Pertumbuhan Ekonomi
Yuyun Suminah, A. Md

Oleh Yuyun Suminah, A. Md
Seorang Guru di Karawang

PEMBANGUNAN sejatinya dilakukan secara merata tidak hanya di perkotaan namun juga di pedesaan baik yang tidak berbatasan maupun yang berbatasan dengan provinsi lain. Begitu pun yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat berbagai program dilakukan sebagai upaya menata dan menjadikan semakin baik kondisi desa yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah (Jateng) dan Banten.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Dengan adanya pembangunan desa perbatasan berharap bisa mencerminkan wibawa, identitas dan mencerminkan wajah Jawa Barat. Sebanyak 101 desa yang ada di Jabar beberapa sudah diluncurkannya program tersebut, diantara programnya yaitu village one product, desa digital, dan gerakan membangun desa. (News.detik.com 30/04/21)

Melihat dari latar belakang program ini, maka pembangunan desa perbatasan tidak terlepas dari gerakan membangun desa agar desa lebih mandiri dan maju sehingga lokasi strategis dari daerah perbatasan menjadi sarana promosi Jabar ke provinsi lain. Semua itu diharapkan melalui program ini bisa menjadikan desa perbatasan sebagai gerbang ekonomi. Namun, benarkah demikian?

Berita Terkait:  Dinsos Jabar Gagas Program Lembur Raharja Guna Tangani Kemiskinan

Menilik lebih dalam disinyalir peruntukan gerbang ekonomi tersebut hanya untuk sebagian rakyat tertentu saja. Lebih khawatir lagi jika hanya para pemilik modallah yang merasakan manfaat lebih besar dari program ini.

Adapun pembangunan daerah perbatasan ini lebih terlihat seperti kapitalisasi di wilayah pedesaaan. Sebagai aplikasi dari pemahaman kapitalis yang tengah mendominasi di negeri ini yang selalu memberikan ruang kepada mereka yang punya modal besar. Sehingga para pemilik modal akan leluasa mendompleng kebijakan penguasa dan memanfaatkan program yang diluncurkan oleh pemerintah. Hal ini tidak terlepas dari politik balas budi penguasa kepada pengusaha. Maka, tidak menutup kemungkinan sumber daya alam yang ada di desa akan dikuasai oleh para pengusaha. Seperti akan berdirinya tempat wisata alam khas desa, vila dan bangunan lainnya dengan dalih pembangunan.

Dari sini dapat kita alurkan bahwa pembangunan desa perbatasan ini akan lebih didominasi kepentingan pengusaha. Adapun yang bisa melakukan itu semua sudah pasti mereka para pebisnis kelas kakap yang memiliki modal besar sedangkan rakyat hanya pelaku ekonomi remeh temeh yang lambat laun akan tergerus. Sehingga, klaim membangun gerbang ekonomi untuk rakyat akan sulit terwujudkan ditengah persaingan ketat dengan pengusaha bermodal besar.

Berita Terkait:  Jasa Marga Catat 649 Kendaraan Terbukti Langgar ODOL di Jalan Tol

Berbeda jauh yang pernah dilakukan oleh sistem Islam bahwa pembangunan akan merata baik di perkotaan, desa perbatasan maupun tidak, itu semua dilakukan bukan semata-mata demi melancarkan ekonomi rakyat saja. Melainkan sudah menjadi tanggungjawab negara untuk melakukan penataan desa menjadi lebih baik lagi mulai dari sarana dan prasarana yang dibutuhkan di desa tersebut.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Sejarah membuktikan bagaimana mekanisme yang diterapkan negara berbasis syariat Islam dalam melakukan pembangunan yang akan menyokong perekonomian. Dalam buku The Great Leader of Umar Bin Al-Khaththab, halaman 314 – 316. Diceritakan bahwa Khalifah Umar Al-Faruq menyediakan pos dana khusus dari Baitulmal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Khalifah amat menyadari dengan insfrastruktur yang memadai adalah faktor penyokong  perekonomian negeri.

Khalifah Umar selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan kepada berbagai kabilah, pemimpin dan gubernur untuk program-program pembangunan. Jabir bin Abdullah, dari ayahnya, dari kakeknya menuturkan, “Kami bersama Umar Bin Al-Khaththab tiba dalam Umrahnya pada tahun 17 Hijrah. Petugas air yang ada di perjalanan meminta Umar agar memberikan izin untuk membangun perumahan-perumahan mereka di jalanan antara Makkah dan Madinah yang belum ada sebelumnya. Umar mengizinkan mereka dan mensyaratkan agar Ibnu Sabil dan orang tersesat lebih berhak mendapatkan air.”

Berita Terkait:  Soal Usulan Kampanye 120 Hari, Komisi II DPR: Belum tentukan Sikap

Dari sini dapat kita ketahui bahwa negara Islam atau para ulama menyebutnya dengan Khilafah Islamiyah berorientasi untuk mencukupi segala kebutuhan rakyatnya termasuk membangun desa demi kemaslahatan rakyat. Segala sumber daya alam yang ada di desa tersebut dioptimalkan oleh negara untuk kepentingan rakyat. Sehingga pembangunan desa perbatasan tersebut manfaatnya akan dirasakan secara penuh oleh desa tersebut dan menjadi gerbang ekonomi dari daerah satu ke daerah lainnya.

Karena dalam sistem Islam tidak ada atonomi daerah yang membatasi kebutuhan hanya di satu daerah saja, namun akan saling melengkapi kebutuhan daerah satu dengan daerah lainnya. Wallahualam. (*)

Demi Bakti atau Ambisi
Pena Kita

Oleh Yusuf Blegur TANPA pemberlakuan syariat Islam sesegera…