SUARAPENA.COM – Merasa tidak menerima uang pembebasan lahan tanah proyek agrowisata, warga Sukamakmur, Kabupaten Bogor, jawa Barat menuntut agar surat tanah milik mereka dikembalikan.
Amin Bunyamin (49) salah seorang pemilik seluas 2,1 hektare di Kampung Curug Apu, Desa Sukaharja mengaku merasa tertipu kongkalikong tiga perusahaan penggarap proyek agrowisata.
“Pada tahun 2013, 3 berkas SPH sudah saya serahkan kepada PT HMBL dengan luas 2,1 hektare atas nama Jaka, Sanah dan Holil yang berlokasi di Kampung Curug Apu, Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur. Saat penyerahan 3 SPH di Kantor PT HMBL yang diterima langsung oleh Herry selaku staf diperusahaan itu. tanda terimanya juga ada. penyerahan SPH menurut PT HMBL atas perintah PT Amira untuk persyaratan pembayaran tanah,” ungkap Amin, kepada wartawan, Kamis (22/3/2018).
Tetapi, kata dia, pada saat penagihan terkesan saling lempar. Pihak PT SMS mengaku sudah lunas pembayaran ke pihak PT Amira, sementara pengakuan dari PT Amira uang pembayarannya sudah diserahkan ke PT HMBL.
“Perwakilan dua orang dari PT SMS menyampaikan, kami sudah lunas, silahkan tagih ke PT Amira, dari PT Amira sudah menyerahkan ke PT HMBL yang di wakili Wawan Mantan Kades Tarik Kolot. Saat itu Wawan ngomong akan disampaikan ke direktur PT HMBL Karyadi Pandrek,” jelas Amin.
Bukan hanya dari tiga perusahaan yang hadir dalam pertemuan di Rumah makan Lembah Anay Cibinong, bahkan menurut dia, Camat Sukamakmur Zaenal Ashari juga turut hadir sebagai saksi dalam proses penagihan lahan milik warga.
“Yang sudah menyerahkan SPH dibayar, sementara yang belum kelar SPH nya belum bisa dibayar, itu yang ngomong dari pihak PT Amira. Sementara yang harus dibayarkan oleh PT Amira pada waktu itu sebesar Rp336 juta dengan per meter dihargakan Rp16 ribu. Namun setelah beberapa bulan kemudian tidak ada tindak lanjut baik dari PT HMBL, PT Amira maupun PT SMS,”
“Karena tidak ada pembayaran, maka kami menuntut pihak PT SMS atau PT Amira untuk menyerahkan 3 Berkas SPH yang sudah diserahkan ke PT HMBL. Kalaupun harus dibayar oleh PT SMS harus menyesuaikan harga NJOP yang sekarang, nilainya sudah mencapai Rp36 ribu. Tetapi kalau 3 SPH tanah tidak kembalikan, saya akan laporkan ke pihak kepolisian,” sambung Amin.
Sementara Sudirja selaku kuasa hukum dari pemilik tanah Jhoni Chandra juga mengungkapkan hal serupa. Tanah milik kliennya seluas 50 hektar di Kampung Gunung Leutik, Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur belum dibayar lunas senilai Rp6 miliar lebih oleh PT Amira.
“Pada tahun 2013 saya hanya menerima pembayaran berupa DP Rp400 juta dari PT HMBL (pelaksana pengadaan tanah) oleh Karyadi Pandrek ditambah satu unit mobil Avanza yang kemudian ditarik lagi oleh pihak rental. Saat itu uang yang dikasih ke Pak Jhoni, kata Karyadi Pandrek selaku pengurus PT HMBL merupakan titipan dari PT Amira yang dikuasakan untuk melakukan pembayaran ke pemilik tanah. Adapun sisa pembayaran senilai Rp6 miliar disarankan untuk ditagih langsung ke PT Amira memalui tim kuasanya Pak Burhanudin,” ungkap Sudirja kepada wartawan.
Dari informasi yang ia dapatkan dari PT SMS proses pembayaran kepada PT Amira sudah lunas. Tetapi anehnya, kata dia, pembayaran ke pemilik tanah yang terkena pembebasan dihutang oleh PT Amira.
“Informasinya PT SMS selaku pemilik izin lokasi sudah melakukan pembayaran ke PT Amira, dibayar lunas per 100 hektar. Sejak tahun 2013 sampai tahun 2017 kerap menanyakan ke Pak Burhanudin kapan dilunasi pembayarannya, kenapa saya ngotot nagih terus, karena berkas surat-surat tanah sudah diambil oleh PT SMS sementara pembayaran dihutang,” keluhnya.
Terpisah, Camat Sukamakmur Zaenal Ashari mengatakan sampai saat ini tanah yang sudah dibebaskan oleh PT SMS melalui PT HMBL dan PT Amira untuk proyek kota terpadu dan agrowisata hanya seluas 50 hektar dari ijin lokasi yang telah dikeluarkan oleh mantan Bupati Rahmat Yasin (RY)seluas 1.500 hektare lebih. Menurutnya, karena masih meninggalkan hutang kepada pemilik tanah, maka pihak PT SMS belum berani melakukan pembangunan proyeknya.
“Memang saya akui ikut dalam pertemuan di Rumah Makan lembah Aney Cibinong, tetapi posisi saya hanya untuk melengkapi berkas terkait SPH tanah milik warga yang terkena pembebasan oleh PT Amira dan PT HMBL, adapun soal pembayaran dari PT Amira saya sudah berupaya mempertemukan kedua belah pihak, hasilnya saya tidak mengetahui. Yang jelas saya selaku camat tidak memiliki kewenangan untuk mengetahui persoalan transaksi uang antara pemilik tanah dengan PT SMS, maupun PT Amira, begitu juga dengan PT HMBL,” tuturnya. (asb)