Suarapena.com, BEKASI – Setiap tanggal 17 Agustus Indonesia merayakan Hari Kemerdekaanya dengan penuh suka cita. Mulai dari upacara bendera yang diselenggarakan formal oleh instansi pemerintah hingga kegiatan lomba warga yang dilakukan hingga di Tingkat RT/RW.
Aktivis alumni Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Nyimas Sakuntala Dewi, menilai euforia dalam memperingati hari kemerdekaan adalah hal yang positif. Kendati demikian, di sisi lain, ia menilai Indonesia saat ini belum merdeka seutuhnya.
“Kalau kita melihat Kamuks Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka itu sesungguhnya memiliki tiga dimensi, salah satunya bebas dari penjajahan. Artinya tidak ada intervensi, bebas berdiri sendiri, dan tidak terlepas dari tuntutan, tidak tertikat, dan bergantung pada pihak tertentu,” katanya, di Bekasi, Senin (19/8/2024).
Nyimas Sakuntala Dewi (NSD) kemudian menjelaskan bahwa kebebasan adalah elemen utama dalam kemerdekaan. Kebebasan pada dasarnya mencerminkan kemandirian dan keterpasangannya dari berbagai bentuk ketergantungan atau pengekangan.
“Dulu kemerdekaan itu dimaknai sebagai pembebasan dari penjajahan, dari belenggu penjajahan fisik. Kata merdeka dan terjajah memiliki makna yang saling bertolak belakang merdeka berarti bebas dari penjajahan, kemerdekaan adalah upaya untuk menghapuskan belenggu penjajahan yang yang diterapkan oleh kekuatan asing,” jelasnya.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dijelaskan, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan demikian, menurut NSD, dalam pembukaan UUD 1945 menunjukkan bagaimana kemerdekaan pada masa dulu berarti bebas dari segala penjajahan, baik penjajahan fisik maupun penjajahan secara tekanan dan intervensi politik.
Seiring berjalannya waktu, makna kemerdekaan kemudian bertambah. Artinya tidak lagi hanya menjadi arti melepas belenggu penjajahan bangsa asing saja. Tetapi lebih dari itu dalam kemerdekaan juga terkandung cita-cita sosial, keadilan, dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Sebenarnya hal ini tuh sudah disadari oleh Bung Karno dan dalam pidatonya seringkali beliau itu ya mengkaitkan kemerdekaan dengan cita-cita sosial keadilan dan kesejahteraan rakyat, yang ini juga ada di Pancasila dalam lima sila tersebut,” kata NSD.
Selain itu, kata dia, Bung Hatta juga menekankan bagaimana pentingnya kemandirian ekonomi sebagai salah salah satu pilar kemerdekaan. Bangsa Indonesia harus mampu berdiri sendiri di atas kaki kita sendiri.
“Selama kita masih masih menunggu bantuan atau tunggu uluran tangan dari pihak-pihak tertentu sesungguhnya itu kita sudah belum merdeka menurut saya,” ujar aktivitas Persatuan Wanita Nasional (Perwanas) ini.
Perempuan berhijab ini kemudian menjabarkan bagaimana kondisi kemerdekaan sekarang ini masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Selain bidang ekonomi, bidang lain adalah kesehatan yang layak, dan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak Indonesia.
Memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-79 tahun 2024 ini, NSD berharap kemerdekaan harus dirayakan dengan menciptakan ruang bagi kebebasan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Kemerdekaan yang dulu dipertaruhkan dengan air mata dan darah harus diadapi dengan cara memandang yang baru, dan dengan kesadaran baru dan terbarukan.
“Tantangannya lebih kompleks, jadi perjuangan kemerdekaan dari penjajah mencapai kemerdekaan, dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki tentu belum selesai,” pungkas perempuan berhijab ini. (sng)