“15 tahun sudah KPK bekerja dan telah memasuki 2 dasawarsa reformasi. Mana dan berapa uang negara yang diselamatkan?, kemana barang – barang rampasan dan sitaan?, mana index prestasi pemberantasan korupsinya?. Dibandingkan dengan negara negara lain, kurang dari 10 tahun mereka sudah dapat menyelesaikan permasalahan itu, padahal kewenangan mereka jauh lebih terbatas, hanya sebatas penyelidikan dan penyidikan saja. Sementara KPK kita kewenangannya meliputi koordinasi, supervisi, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Belum lagi masih juga cawe cawe dalam hal pembinaan narapidanya dengan gunakan JC. Sudahlah, hadir saja di Pansus, pada akhirnya kita buka bukaan!,” kata Agun Gunandjar Sudarsa.
Melalui data dan fakta yang dimilikinya, Ketua Pansus Hak Angket KPK yang juga politisi senior Partai Golkar itu berharap kedepan akan tercipta suatu lembaga yang benar dalam sistem hukum nasional dan berpucuk pada pengaturan UUD 1945. Taat pada aturan hukum dan HAM dalam menjalankan kewenangannya, dilaksanakan oleh SDM yang patuh dan taat dalam suatu sistem nasional aparatur negara, serta didukung anggaran yang dikelola dan teraudit serta terukur kinerjanya.
Sebelumnya, dilansir dari pemberitaan sejumlah media, dalam konferensi persnya ICW menyebut Pansus Hak Angket KPK bekerja dengan menebar hoaks atau kabar bohong soal KPK. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz membeberkan 10 hoaks yang dibuat oleh pansus KPK.
“Sepanjang pansus bekerja, ada sebagian dari anggota pansus yang bekerja dengan cara menebar hoaks. Kami mencatat hoaks yang disebar selama ini,” kata Donal di Jakarta, Minggu (27/8/2017).
Pertama, KPK dituding memiliki rumah penyekapan, padahal kata Donal, rumah tersebut adalah safe house. Kedua, KPK dituding sebagai lembaga superbody yang tidak “tersentuh”.
Ketiga, lembaga anti rasuah itu dituding menggunakan jet pribadi saat menyidik kasus suap yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK). Keempat, penyidik senior KPK Novel Baswedan dituding mengetahui serta melihat penyiksaan tersangka kasus pencurian burung walet ketika disetrum.
Kelima, ada tudingan dari anggota pansus bahwa KPK menekan Miryam S Handayani ketika melakukan pemeriksaan.
“Padahal rekaman pemeriksaan Miryam sudah dibuka dalam persidangan dan Miryam terlihat begitu santai sekali,” kata Donal.
Keenam, ada tudingan bahwa kasus korupsi e-KTP itu adalah omong kosong, hanya karangan Muhammad Nazaruddin, Novel Baswedan dan Agus Rahardjo.
“Pernyataan itu ketika itu disampaikan oleh Fahri Hamzah,” ucapnya.
Ketujuh, pansus menuding bahwa KPK sering menggunakan media untuk membangun opini.
“Nah menyentil kawan-kawan media sendiri apakah pernah dibayar oleh atau tidak oleh KPK. Ini menuding sekali menurut saya,” lanjutnya.
Kedelapan, pansus juga menuding bahwa LSM yang ikut bersuara mendukung KPK, ikut menerima aliran dana dari KPK. Kesembilan, pansus juga menuding Novel Baswedan hanya jalan – jalan selama berada di Singapura dan bukan menjalani perawatan kesehatannya.
Kesepuluh yang terakhir, KPK dituding seperti kantor pos yang bisa menerima pesanan perkara.
“Jadi mereka memproduksi hoaks. Berita-berita bohong. Itu yang kami catat dan yang mereka sebar selama bekerja,” kata Donal. (den/cek)