Suarapena.com, JAKARTA – Selasa ini, tim penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kehadiran Sulistyono, Sekretaris Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi di BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
“Di Gedung Merah Putih KPK hari ini, tim penyidik telah menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Sulistyono, yang menjabat sebagai Sekretaris BPPD Sidoarjo,” ungkap Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (2/2/2024).
Penyidik KPK juga memanggil Abdul Muntolip, Kepala Bidang Pendapatan Daerah 1 (PD1) BPPD Kabupaten Sidoarjo, dan Setya Hamka, Kepala Bidang Pendapatan Daerah 2 (PD2) BPPD Kabupaten Sidoarjo, pada hari yang sama. Namun, Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai informasi apa yang akan ditelusuri oleh tim penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.
Sebelumnya, pada Jumat (16/2), penyidik KPK telah memeriksa Ari Suryono, Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo. Namun, setelah diperiksa, Ari tidak memberikan komentar mengenai pemeriksaannya oleh KPK.
Pada 29 Januari 2024, KPK menahan dan menetapkan Siska Wati (SW), Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK, menjelaskan bahwa penetapan status tersangka terhadap Siska Wati bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Tim KPK kemudian mempelajari laporan tersebut dan pada Kamis (25/1) mendapatkan informasi bahwa telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai kepada SW.
Berdasarkan informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di Kabupaten Sidoarjo. Dalam OTT tersebut, diamankan uang tunai sebesar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sebesar Rp2,7 miliar di tahun 2023.
Para pihak yang ditangkap beserta barang buktinya kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan akhirnya menetapkan status tersangka terhadap Siska Wati.
Ghufron menjelaskan bahwa kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu, pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun dan ASN yang bertugas di BPPD berhak mendapatkan dana insentif.
Namun, Siska Wati, yang menjabat sebagai Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara, melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut secara sepihak.
Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan oleh SW kepada para ASN secara lisan dalam beberapa kesempatan dan ada larangan untuk tidak membahas potongan tersebut melalui alat komunikasi, termasuk percakapan WhatsApp.
Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Pada tahun 2023, SW berhasil mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.
Sebagai bukti awal, uang sebesar Rp69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan sebagai titik awal untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.
Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (sng)
Ikuti update berita kami di Google News