Suarapena.com, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo alias Jokowi, mengungkapkan pandangannya terkait penetapan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap yang melibatkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.
Jokowi menegaskan bahwa proses hukum yang sedang berjalan harus dihormati.
“Ya hormati seluruh proses hukum yang ada,” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/12/2024).
Ketika ditanya mengenai namanya yang turut disebut-sebut dalam kasus tersebut, Jokowi hanya tersenyum dan menjawab, “Sudah purnatugas, sudah pensiunan.”
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai penetapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku mengandung unsur politisasi hukum dan kriminalisasi.
Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/12/2024), Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, menyatakan pemanggilan Hasto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi setelah Hasto menyuarakan kritik keras terhadap kondisi demokrasi di Indonesia, khususnya terkait dengan kontroversi yang melibatkan Mahkamah Konstitusi pada akhir 2023.
“Kita cermati, pemanggilan sekjen PDIP dimulai ketika beliau bersuara kritis, lalu kemudian hilang dan muncul lagi, kami duga ini seperti teror kepada sekjen PDIP, dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasinya,” ungkap Ronny.
Penetapan Hasto sebagai tersangka, menurut Ronny, seolah menjadi respons atas suara kritis tersebut, dan mencerminkan upaya untuk menekan PDIP.
Ronny mencatat tiga indikasi kuat yang menunjukkan adanya politisasi hukum dalam penanganan kasus ini. Pertama, ada upaya sistematis dalam membentuk opini publik, seperti aksi-aksi demonstrasi di KPK dan narasi yang disebar di media sosial yang dicurigai sengaja dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu.
Kedua, ada pembunuhan karakter terhadap Hasto melalui framing yang menyerang pribadinya. Ketiga, pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang seharusnya rahasia, yang bocor sebelum diterima oleh Hasto sendiri, yang dinilai sebagai upaya untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak tertentu.
Lebih lanjut, Ronny menjelaskan bahwa kasus suap Harun Masiku terhadap eks-Komisioner KPU Wahyu Setiawan telah diputus inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Selama proses hukum berjalan, tidak ada bukti yang mengaitkan Hasto dengan kasus tersebut. Oleh karena itu, PDIP merasa penetapan Hasto sebagai tersangka adalah bentuk kriminalisasi yang tidak berdasar. Apalagi, KPK tidak mengungkapkan bukti baru dalam pemeriksaan yang berlangsung sepanjang 2024.
Ronny juga mengkritik status tersangka yang diberikan kepada Hasto hanya menguatkan informasi yang sudah lama beredar, yaitu adanya rencana untuk menjadikan Hasto sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka terkait dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku serta perintangan penyidikan dalam kasus tersebut. Penetapan ini dilakukan setelah gelar perkara yang menyatakan cukup bukti untuk meningkatkan status Hasto dari saksi menjadi tersangka. (r5/bo)