Suarapena.com, JAKARTA – Isu mengenai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) baru-baru ini menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan oleh rencana pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk menghentikan sementara alokasi anggaran LPDP dengan tujuan memperkuat pengembangan riset. Tentunya, hal ini menimbulkan pertanyaan.
Ledia Hanifa Amaliah, anggota Komisi X DPR RI, menegaskan bahwa keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara alokasi LPDP tidak didasarkan pada argumentasi yang kuat. Menurutnya, jika alokasi anggaran LPDP dialihkan untuk pengembangan riset, hal tersebut tidak masuk akal.
Dia menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pemerintah Indonesia memang memiliki kewajiban untuk mengalokasikan dana abadi riset. Oleh karena itu, alokasi anggaran pendidikan, termasuk yang digunakan untuk beasiswa, dan alokasi dana abadi riset seharusnya ditetapkan secara terpisah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2021, LPDP diberi mandat untuk mengelola seluruh Dana Abadi di Bidang Pendidikan, yang terdiri dari Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Penelitian, Dana Abadi Perguruan Tinggi, dan Dana Abadi Kebudayaan. Dalam penyaluran dan penerapannya, LPDP bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
“Jika tidak didasarkan pada rencana induk riset nasional, semua (anggaran) akan menjadi sia-sia, mubazir,” kata Ledia di Jakarta, Sabtu (27/1/2023).
Politisi Fraksi PKS itu menambahkan, jika pemerintah ingin memperkuat sektor riset di Indonesia, seharusnya bukan dengan mengalihkan anggaran LPDP, melainkan dengan menyusun rencana induk riset nasional. Langkah ini penting karena akan menentukan prioritas program-program riset yang akan diupayakan oleh negara. Dia menambahkan bahwa BRIN belum menyelesaikan tugas tersebut hingga saat ini.
“Jika tidak didasarkan pada rencana induk riset nasional, semua (anggaran) akan menjadi sia-sia, mubazir,” ungkapnya.
Selain menyelesaikan rencana induk riset nasional, Ledia mengusulkan agar pemerintah pusat melalui LPDP untuk membuka formasi beasiswa magister dan doktoral khusus riset yang menjadi prioritas negara. Menurutnya, solusi ini akan lebih efektif dibandingkan dengan mengalihkan sepenuhnya untuk riset.
Dia tidak ingin dana abadi riset dan dana untuk beasiswa menjadi tumpang tindih. “Tetapkan (prioritas program) riset yang diperlukan untuk pembangunan. Ikat orang-orang yang mendapatkan beasiswa riset tersebut untuk terus mengabdi pada negara Indonesia, bukan mengabdi pada negara lain,” tegas legislator daerah pemilihan Jawa Barat I itu.
Pada kesempatan yang berbeda, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan akan tetap mengalokasikan anggaran dana abadi program LPDP. Mengingat, alokasi anggaran untuk LPDP tersebut telah dimuat dalam APBN 2024.
Sebagai informasi, dalam APBN 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp25 triliun untuk dana abadi klaster pendidikan. Anggaran tersebut dialokasikan untuk peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan keberlanjutan pengembangan pendidikan, termasuk Dana Abadi Pesantren dan untuk pengembangan riset dan teknologi. (ts/rdn/sng)