Suarapena.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimis bahwa majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menghukum mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, atas tuduhan korupsi dan pencucian uang.
“Kami sangat percaya bahwa berdasarkan fakta hukum yang muncul selama persidangan, terdakwa (Rafael Alun Trisambodo) akan dinyatakan bersalah,” ungkap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Ali menambahkan bahwa KPK sepenuhnya mempercayakan putusan tersebut kepada majelis hakim.
“Tentu saja, kami tidak ingin mendahului majelis hakim. Kami yakin semua fakta yang muncul selama sidang akan dipertimbangkan,” katanya.
Sebelumnya, dalam sidang duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (2/1), Rafael Alun Trisambodo melalui penasihat hukumnya memohon kepada majelis hakim untuk membebaskannya dari semua tuntutan dalam kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang.
“Kami memohon agar terdakwa Rafael Alun Trisambodo dibebaskan dari semua tuntutan karena persidangan seharusnya menerapkan prinsip una via, karena semua tindakan terdakwa Rafael Alun Trisambodo telah diuji secara administratif,” ujar tim kuasa hukum Rafael, Junaedi Saibih, saat sidang pembacaan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa.
Tim kuasa hukum Rafael berargumen bahwa tuntutan pidana terhadap harta kekayaan Rafael tidak berdasar karena harta kekayaan tersebut telah diikutsertakan dalam pengampunan pajak (tax amnesty) dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Tax Amnesty).
Pihak Rafael yakin bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan data dan informasi dari Surat Pernyataan dan Lampiran Tax Amnesty dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara tersebut.
Namun, menurut kuasa hukum, data dan informasi yang berasal dari surat pernyataan dan lampiran yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan UU Tax Amnesty tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan atau penuntutan pidana.
“Sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Tax Amnesty, maka seharusnya dalil penuntut umum dikesampingkan dan ditolak,” katanya.
Selain itu, kuasa hukum berargumen bahwa penerimaan uang oleh Rafael dari wajib pajak melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Selanjutnya, pembelian sejumlah aset berupa tanah, bangunan, dan kendaraan sebagai bentuk pencucian uang Rafael, juga disebut tidak berdasar oleh kuasa hukum.
Oleh karena itu, kuasa hukum Rafael meminta majelis hakim menyatakan kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Mereka juga meminta pemulihan nama baik dan hak-hak serta pengembalian sejumlah aset terdakwa.
“Mohon membebaskan terdakwa Rafael Alun Trisambodo dari tahanan. Mengembalikan semua aset milik terdakwa Rafael Alun Trisambodo dan/atau Ernie Meike Torondek (istri Rafael) yang sedang dalam status penyitaan. Mengembalikan semua aset berupa harta waris atas nama pewaris Irene Suheriani Soeparman (ibunda Rafael) yang sedang dalam status penyitaan,” demikian duplik yang dibacakan kuasa hukum Rafael.
Sebelumnya, pada Senin (11/12), Rafael Alun Trisambodo dituntut hukuman 14 tahun penjara serta denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp18.994.806.137,00, subsider tiga tahun kurungan. (sng/ant)