Kiprah
Jika kita melihat kiprah ketokohannya lewat filosofi keminangan yang ia miliki dan kemudian kita bandingkan dengan Nietzsche yang melahirkan Hitler tentu tak jauh beda. Hanya sayang, gagasannya yang brilian itu tidak bisa terealisasi baik oleh dirinya sendiri atau pun pengikutnya. Hal ini disebabkan, karena; “hatinya terlalu teguh untuk diajak berkompromi dan punggungnya terlalu lurus untuk diajak sedikit membungkuk,” kata Hasan Nasbi, penulis buku Filosofi Negara Menurut Tan Malaka.
Melalui filosofi hidupnya “Alam Takambang jadi Guru”, maka seharusnya Negara Republik Indonesia mesti berdasarkan sosialisme yang tiada sedikit pun berdasarkan imperealisme dan kapitalisme. Sesungguhnya ini sudah berdiri tegap: Asia Tenggara bersatu dengan Australia yakni dengan sebuah bangunan Aslia. Tan Malaka menyebutnya dengan Sumbu Bonjol-Malaka.
Bukankah keberadaan atau letak posisi geografis strategis, sumber daya alam dan sumber tenaga kerja menjadi penting dan lebih tepat melalui industri berat yang pusatnya segaris dengan khatulistiwa. Dan ini ditentukan oleh Garis Bonjol-Malaka. Pusat ini sangat layak dan memenuhi syarat utama bagi strategi dan diplomasi. Sumbu ini pun akan menguasai dua benua dan dua samudera besar. Ya, pada pokoknya, semua akan menjadi luar biasa karena memang memiliki kedekatan serta kekayaan alam yang dimilikinya. Jika Nietzsche melahirkan Hitler dalam aplikasi filosofinya, maka Tan Malaka pun tentu takkan jauh beda. (*)
Jakarta, 7 Oktober 2016