SUARAPENA.COM – Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin menilai perlu adanya dasar hukum yang kuat dalam mengatur produk dan jasa keuangan yang ditawarkan financial technology (fintech) atau Teknologi Finansial (Tekfin).
Dasar hukum tersebut ialah berupa undang-undang, yang dimana kedudukannya lebih tinggi daripada Peraturan OJK.
“Adanya UU ini untuk menjamin kepastian hukum akan aktivitas fintech di Indonesia dan memperkuat mekanisme pengawasan yang ada,” kata Puteri, Kamis (4/11/2021).
Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga menilai bahwa, UU ini nantinya diharapkan tidak hanya mengatur aktivitas penyelenggara dalam memberikan produk dan jasa keuangan.
Tetapi, dikatakannya, perlu juga mengatur teknologi informasi yang digunakan seperti status fintech yang bisa beroperasi, produk dan jasa yang ditawarkan, hubungan pemberi dan penerima pinjaman, bahkan, menjamin perlindungan bagi pengguna layanan seperti data pribadi maupun bunga, dan biaya yang wajar.
Selain itu, nantinya UU tersebut juga perlu mendukung adanya aturan mengenai sistem early warning untuk meningkatkan pengawasan atas kinerja pinjol dalam memberikan pinjaman maupun mengukur kemampuan nasabah untuk membayar kembali pinjaman.
“Misalnya, seperti melalui suatu pusat data fintech lending yang kini juga tengah dikembangkan OJK,” tuturnya.
Terkait RUU pengaturan fintech di Indonesia, Puteri menyatakan bahwa hal tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 sebagai usulan dari DPR dengan nama RUU Teknologi Finansial (Tekfin) atau RUU Teknologi Keuangan.
Hal itu juga, seiring dengan berjalannya proses pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
“Kedua UU ini memang perlu dipercepat penyusunannya. Di samping itu juga perlu diharmonisasikan pula isi dari kedua UU tersebut. Kenapa? Agar hal itu tidak terjadi tumpang tindih. Sehingga keduanya memberikan kepastian dan kejelasan hukum dalam mengatur praktik fintech,” pungkasnya. (Bo/Sng)