Suarapena.com, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, mendesak Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, untuk segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendatang.
Hal ini disampaikan Novita dalam Rapat Kerja Komisi VII bersama Kementerian UMKM di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (19/11/2024).
Novita menyatakan keprihatinannya terhadap dampak potensial dari kenaikan tarif PPN terhadap daya beli masyarakat dan keberlangsungan UMKM di Indonesia.
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi perekonomian, terutama bagi pelaku UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
“Saya menekankan pentingnya agar Kementerian UMKM segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk memikirkan ulang rencana kenaikan PPN 12 persen pada 2025. Ini akan sangat membebani daya beli masyarakat yang sudah melemah dalam beberapa bulan terakhir, dan dampaknya tentu akan sangat dirasakan oleh UMKM,” ungkap Novita.
Lebih lanjut, Novita menjelaskan bahwa UMKM memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, namun dengan daya beli yang menurun, banyak pelaku UMKM yang sudah menghadapi kesulitan dalam bertahan. Kenaikan PPN, menurutnya, akan semakin memperburuk situasi ini.
“Kebijakan ini bisa menjadi pukulan berat bagi UMKM. Mereka sudah kesulitan bertahan dengan daya beli yang terus menurun. Jika kebijakan ini diberlakukan, UMKM bisa semakin terjepit,” tambahnya.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan fiskal yang berdampak langsung pada masyarakat kecil dan pelaku usaha.
Sinergi antara kementerian terkait, menurut Novita, sangat penting untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak justru memperburuk kondisi perekonomian rakyat.
“Saya berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak luas dari kebijakan ini. Jangan sampai, di tengah upaya kita memulihkan ekonomi, kebijakan seperti ini justru melemahkan fondasi ekonomi kerakyatan,” pungkas Novita. (r5/bia/rdn)