Suarapena.com, MATARAM – Penyidik Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini menetapkan seorang mahasiswi kebidanan berinisial RAY (26) sebagai tersangka dalam kasus praktik aborsi ilegal yang menewaskan janin yang dikandungnya.
RAY diduga sengaja meminum pil Cytotec untuk mempermudah proses persalinan pada usia kandungan enam bulan, yang berujung pada kematian bayi tersebut.
Kasus ini terungkap setelah pihak kepolisian menerima laporan dari masyarakat pada Senin malam (6/1/2025). Tim kepolisian segera mendatangi kamar indekos RAY di kawasan Karang Jangu, Mataram, di mana mereka menemukan korban tergeletak lemas, bersimbah darah, dan janin yang telah meninggal dunia.
Polisi juga menemukan dua butir pil Cytotec di lokasi kejadian yang diyakini telah digunakan oleh RAY untuk mempercepat proses persalinan.
Penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram, Iptu Eko Ari Prastya, menyebutkan setelah penemuan tersebut, RAY segera dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram untuk mendapatkan penanganan medis.
Meskipun dalam kondisi kritis, pihak rumah sakit memastikan RAY dapat dibawa ke kantor polisi setelah menjalani perawatan.
“RAY kami tahan, dan kami tetap memantau kesehatannya meskipun sudah mendapatkan perawatan medis,” ujar Iptu Eko.
Polisi juga tengah mendalami asal-usul obat Cytotec yang digunakan oleh RAY dan mengupayakan pengembangan penyidikan untuk melihat apakah ada pihak lain yang terlibat dalam praktik aborsi ilegal ini.
Dalam penyidikan, RAY mengaku telah membeli enam butir pil Cytotec seharga Rp1,25 juta dan meminum empat butir di antaranya.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat mengenai bahaya praktik aborsi ilegal dan pentingnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi.
Polresta Mataram mengimbau agar masyarakat segera melaporkan jika menemukan praktik serupa dan mendukung langkah kepolisian dalam penanganan kasus ini.
“Penting bagi kita semua untuk memahami risiko kesehatan terkait aborsi ilegal dan menyediakan dukungan sosial bagi perempuan agar tidak memilih jalan ekstrem yang membahayakan,” pinta Iptu Eko. (sp/at)