Suarapena.com, JAKARTA – Dalam upaya terus-menerus untuk memperbaharui regulasi yang mengatur dunia penyiaran, Komisi I DPR RI menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Penyiaran tidak akan mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Anggota Komisi I dan juga Anggota Panitia Kerja (Panja), Nurul Arifin, menampik adanya niat untuk membungkam pers melalui rancangan undang-undang ini.
“Kami berkomitmen penuh untuk menjaga kebebasan pers dan tidak ada tendensi untuk membungkam pers dengan RUU Penyiaran ini,” ujar Nurul Arifin dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).
Komisi I DPR RI terbuka terhadap masukan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai RUU Penyiaran. Mengingat RUU ini masih dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI, dan beberapa pasal yang mendapat kritik belum final, perubahan masih sangat mungkin terjadi.
“RUU yang beredar saat ini bukanlah produk akhir. Kami masih membuka peluang besar untuk revisi norma dalam RUU Penyiaran,” imbuh politisi Fraksi Golkar tersebut.
RUU Penyiaran mengatur beberapa aspek penting, termasuk pengaturan penyiaran dengan teknologi digital, pengelolaan platform digital penyiaran, perluasan wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta transisi dari penyiaran analog ke digital.
Revisi ini merupakan perubahan kedua atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Meskipun pembahasan telah dimulai sejak tahun 2012, kemajuan teknologi saat ini menuntut penguatan regulasi, terutama terkait layanan Over The Top (OTT) dan User Generated Content (UGC).
“Revisi ini substansial dan sangat dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi penyiaran digital,” tutup Nurul Arifin. (r5/gal/rdn)