Suarapena.com, JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri baru-baru ini menggeledah kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dari Hasil penggeledahan, Polri berhasil mengamankan sejumlah barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan proyek penerangan jalan umum tenaga surya (PJUTS) tahun 2020.
“Barang bukti yang disita berasal dari dua lokasi penggeledahan, mencakup bukti surat atau dokumen serta bukti-bukti elektronik seperti telepon seluler, hard disk drive (HDD), laptop, USB flash disk, dan unit pemrosesan pusat (CPU) komputer,” ujar Wadirtipikor Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, Jumat (5/7/2024).
Meskipun belum banyak informasi yang dibuka ke publik, Arief memastikan bahwa proses penggeledahan awal terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian ESDM telah selesai pada malam sebelumnya.
“Sudah selesai tadi malam,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di Kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta Pusat pada Kamis (4/7/2024).
Penggeledahan ini terkait penyidikan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek penerangan jalan umum tenaga surya (PJUTS) tahun 2020.
“Iya betul ada penggeledahan, pada pokoknya, pengusutan kasus ini terkait dengan penyimpangan yang diduga merupakan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek penerangan jalan umum tenaga surya tahun 2020 di Ditjen EBTKE Kementerian ESDM,” ujar Arief, Kamis (4/7/2024).
Proyek PJUTS merupakan program pemerintah yang dikelola oleh Kementerian ESDM melalui Ditjen EBTKE, dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Proyek nasional PJUTS mencakup banyak titik di seluruh Indonesia, yang dibagi menjadi wilayah barat, tengah, dan timur.
Saat ini, status kasus yang sudah dalam tahap penyidikan adalah yang di wilayah tengah. Nilai kontrak proyek di wilayah Indonesia tengah mencapai ratusan miliar rupiah, dengan taksiran kerugian negara mencapai Rp 64 miliar.
“Dugaan sementara nilai kerugian sekitar Rp 64 miliar, dan saat ini masih dalam proses perhitungan oleh ahli,” pungkasnya. (sp/hp)