Suarapena.com, JAKARTA – I Wayan Sudirta, anggota Komisi III DPR RI, berpendapat bahwa revisi UU KPK No. 2 Tahun 2002 menjadi UU No. 19 Tahun 2019 menunjukkan bahwa KPK, yang sangat dihargai oleh masyarakat, ternyata memiliki beberapa isu. Menurutnya, masyarakat mungkin belum menyadari hal ini pada saat itu.
Dalam UU KPK 2019, salah satu poin penting adalah pengaturan Dewan Pengawas serta Independensi dan Kompetensi Penyidik. “Kode Etik sangat penting dalam penegakan hukum, terutama ketika Pimpinan atau Pegawai KPK berhadapan dengan Kode Etik. Meski KPK telah mendapatkan kepercayaan publik, pengawasan tetap diperlukan,” jelas Wayan dalam pernyataannya kepada Parlementaria di Jakarta pada Senin (27/11/2023).
Dia menambahkan bahwa kasus terbaru yang melibatkan Pimpinan KPK, Lili Pintauli dan Ketua KPK Firli Bahuri, memerlukan mekanisme hukum yang jelas. Pasal 32 ayat (2) UU KPK mengatur bahwa Pimpinan yang ditetapkan sebagai tersangka akan diberhentikan sementara.
“Mekanisme hukum telah diatur untuk Pimpinan KPK yang akan melakukan upaya hukum atau menjadi terdakwa atau diputus bersalah. Sidang etik juga telah diatur dalam ketentuan,” ungkap Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Menurut Wayan, masyarakat tidak dapat memastikan atau menduga-duga tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus Ketua KPK yang baru-baru ini menjadi sorotan. Namun, kasus ini mengingatkan masyarakat bahwa masih ada celah dalam penegakan hukum dan perlu adanya perubahan.
“Masalah ini tampaknya menjadi salah satu temuan penting dalam program pemberantasan korupsi dan upaya peningkatan kepercayaan publik terhadap sektor penegakan hukum. Kita membutuhkan perubahan besar untuk mendukung penciptaan sistem peradilan dan penegakan hukum yang bersih, berintegritas, profesional, dan akuntabel,” pungkasnya. (ssb/aha)