Suarapena.com, SURABAYA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis sianida yang beroperasi di dua lokasi berbeda di Jawa Timur: Surabaya dan Pasuruan. Pengungkapan tersebut merupakan hasil penyelidikan intensif sejak April 2025.
Menurut keterangan Kombes Pol Jules Abraham Abast, Kabid Humas Polda Jatim, penggerebekan pertama dilakukan di sebuah pergudangan di kawasan Tandes, Surabaya, yang merupakan tempat penyimpanan ratusan drum sianida, baik yang berwarna putih maupun hitam.
Selain itu, di Pasuruan, ditemukan lebih dari 3.500 drum sianida yang siap didistribusikan. Barang bukti yang berhasil disita oleh tim Bareskrim Polri mencapai lebih dari 5.000 drum sianida.
“Sianida-sianida ini berasal dari berbagai perusahaan di luar negeri, seperti Hebei Chengxin Co. Ltd dari China dan Taekwang Ind. Co. Ltd dari Korea. Kami juga menemukan beberapa drum yang dipasok oleh PT. Sarinah,” jelas Kombes Pol Jules, Jumat (9/5/2025).
Pengungkapan ini berawal dari informasi mengenai perdagangan bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam penambangan emas ilegal. Brigjend Pol Nunung Syaifuddin, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, menjelaskan, pihaknya melakukan penyelidikan sejak bulan April setelah mendapatkan informasi tentang perdagangan sianida ilegal di Surabaya.
Selama penyelidikan, pihak berwajib bahkan sempat mendapati 10 kontainer sianida dari China sedang dalam perjalanan dan akhirnya dialihkan ke gudang di Pasuruan untuk menghindari penggerebekan.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka utama yang ditangkap adalah SE, Direktur PT. SHC, yang diduga telah mengimpor dan memperdagangkan sianida tanpa izin selama lebih dari satu tahun.
Modus operandi yang digunakan SE adalah dengan menyamarkan identitas barang melalui perubahan label drum dan menggunakan dokumen perusahaan lain, yakni perusahaan pertambangan emas yang sudah tidak beroperasi.
“Selama operasi ilegalnya, SE telah mengimpor sekitar 494,4 ton sianida, yang terbagi dalam 9.888 drum. Para pelanggan tetapnya diduga adalah penambang emas ilegal di berbagai daerah di Indonesia,” ungkap Brigjend Pol Nunung.
Dari bisnis ilegal ini, SE diperkirakan meraup omzet sekitar Rp 59 miliar dalam setahun, dengan harga per drum sekitar Rp 6 juta. Saat ini, polisi masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam sindikat perdagangan ilegal ini.
Tersangka SE kini dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Pasal 24 ayat (1) Juncto Pasal 106 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang dapat mengakibatkan pidana penjara hingga 4 tahun atau denda maksimal Rp 10 miliar.
Selain itu, SE juga terancam Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun atau denda Rp 2 miliar.
Polri terus mengembangkan penyelidikan ini untuk mengungkap jaringan perdagangan sianida ilegal yang lebih besar. (sp/hp)