Suarapena.com, JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil membongkar sindikat pengoplosan gas LPG 3 kilogram bersubsidi di Sukoharjo. Tiga pelaku berinisial R, T, dan A ditangkap, dengan total kerugian negara mencapai Rp5,4 miliar dan perputaran uang hingga Rp9 miliar.
Kasus ini terungkap setelah laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan di sebuah gudang di Desa Waru, Kecamatan Baki. Setelah dilakukan pengintaian, polisi menemukan praktik ilegal pemindahan isi gas bersubsidi ke tabung nonsubsidi berukuran 5,5 kg, 12 kg, dan 50 kg.
“Tindakan ini berpotensi menyebabkan kelangkaan LPG 3 kg di masyarakat,” ujar Brigjen Moh. Irhamni, Dirtipidter Bareskrim Polri, dalam konferensi pers, Minggu (2/10/2025).
Dari hasil penyelidikan, sindikat ini telah beroperasi lebih dari satu tahun. Setiap hari mereka mengoplos sekitar 1.000 tabung LPG 3 kg untuk dijual sebagai gas nonsubsidi demi meraup keuntungan besar.
Ketiga pelaku memiliki peran berbeda: R sebagai koordinator lapangan, T mengatur keuangan dan bahan baku, sedangkan A bertugas sebagai eksekutor atau penyuntik gas.
Dalam penggerebekan, polisi menyita 1.697 tabung gas 3 kg, 307 tabung 12 kg, 91 tabung 5,5 kg, 14 tabung 50 kg, 50 selang regulator modifikasi, segel palsu, dan lima mobil pikap.
Para pelaku dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga JBT, Taufiq Kurniawan, mengapresiasi langkah cepat Polri.
“Kami imbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap segel palsu. Segel resmi LPG Pertamina bisa di-scan untuk memastikan keaslian produk,” katanya.
Menurut Taufiq, kasus ini menjadi yang kedua di Jawa Tengah dan DIY pada 2025, sehingga pengawasan distribusi LPG bersubsidi perlu diperketat agar tepat sasaran.
Bareskrim Polri menegaskan komitmennya untuk terus menindak tegas kejahatan ekonomi yang merugikan masyarakat.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi kejahatan terhadap rakyat kecil,” tegas Brigjen Irhamni. (sp/hp)







