Suarapena.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto akan segera meresmikan pembentukan Komite Reformasi Polri dan melantik sembilan anggotanya pekan depan. Langkah ini dipandang sebagai angin segar bagi upaya perbaikan institusi kepolisian yang kerap dikritik soal transparansi dan akuntabilitas. Namun, peringatan keras datang dari anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding.
Politisi PAN itu menegaskan bahwa komite ini tak boleh sekadar menjadi alat kosmetik reformasi. Menurutnya, kehadiran tokoh-tokoh besar seperti Yusril Ihza Mahendra, Mahfud MD, dan Jimly Asshiddiqie memang memberi bobot intelektual dan independensi, tapi hasilnya hanya akan berarti jika mereka diberi kewenangan nyata.
“Reformasi Polri harus lebih dari sekadar dokumen atau laporan administratif. Publik menuntut transparansi kinerja, akuntabilitas, dan pengawasan independen yang mampu mendorong perubahan nyata dalam budaya organisasi kepolisian,” tegas Sudding dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).
Sudding juga menyoroti potensi tumpang tindih antara Komite Reformasi Polri bentukan Presiden dan Tim Transformasi Reformasi Polri internal yang telah lebih dulu dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Dua tim dengan visi serupa harus dikoordinasikan secara cermat agar tidak terjadi dualisme yang justru menghambat reformasi,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa tim internal yang terdiri dari perwira aktif Polri berisiko menjadi “tameng” yang melindungi institusi dari kritik publik. Oleh karena itu, evaluasi internal harus dikombinasikan dengan kontrol eksternal yang kuat dan independen.
Sudding pun memberikan sejumlah catatan prioritas untuk memastikan reformasi Polri tidak mandek di tengah jalan, yakni:
1.Transparansi dan Akuntabilitas – Publik harus mendapat akses terhadap data kinerja, pelanggaran anggota, serta mekanisme penindakan.
2.Demiliterisasi dan Depolitisasi – Polri perlu menanggalkan sisa-sisa kultur militeristik dan menjauh dari kepentingan politik praktis.
3.Pengawasan Eksternal yang Kuat – Kompolnas dan lembaga independen lain harus diperkuat, termasuk pemberian otoritas pada judicial scrutiny dalam KUHAP baru.
4.Perubahan Budaya Organisasi – Pendidikan, etika pelayanan, serta sikap terhadap masyarakat – terutama kelompok rentan – harus dibenahi total.
Legislator dari Dapil Sulawesi Tengah ini juga menekankan bahwa kesuksesan reformasi harus dilihat dari dampak nyata terhadap perlindungan hak-hak warga dan kepastian hukum.
“Komite Reformasi Polri harus menjadi instrumen kontrol yang efektif, menutup celah sejarah reformasi 1998 yang belum tuntas. Polri harus benar-benar menjadi pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,” pungkas Sudding. (r5/rdn)







