Suarapena.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah adanya motif politis dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah (RM), yang berlangsung menjelang Pilkada Serentak 2024.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menegaskan bahwa penyelidikan terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Rohidin sudah dimulai sejak Juli 2024, jauh sebelum pendaftaran calon Pilkada dimulai.
“Tidak ada unsur politis dalam kasus ini. Penyidikan sudah berjalan sejak lama, bahkan sebelum pendaftaran calon. Ini murni karena adanya laporan dari masyarakat dan pegawai yang merasa diperas,” ungkap Alex di Jakarta, Selasa (26/11/2024).
KPK menerima laporan tentang adanya dugaan pemerasan yang melibatkan Gubernur dan beberapa pejabat di lingkup pemerintahan Provinsi Bengkulu.
Menurut Alex, laporan tersebut berasal dari masyarakat serta pegawai yang keberatan dengan permintaan uang oleh Rohidin.
Ia memastikan bahwa tindakan KPK ini murni bertujuan untuk menegakkan hukum, tanpa ada kaitannya dengan kepentingan politik atau untuk menjegal calon tertentu dalam pilkada.
Meski terjadi beberapa hari menjelang pencoblosan Pilkada pada 27 November 2024, Alex menegaskan bahwa penyelidikan sudah dilakukan sejak beberapa bulan sebelumnya.
Operasi ini dipicu oleh informasi mengenai adanya penyerahan uang yang diduga terkait dengan praktik pemerasan tersebut.
Pada Sabtu malam (23/11/2024), KPK menggelar OTT yang berhasil menangkap delapan orang, termasuk Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudannya, Evrianshah alias Anca.
Lima pejabat lainnya yang juga ditangkap berasal dari berbagai dinas dan biro di Provinsi Bengkulu. Dalam operasi tersebut, KPK berhasil menyita uang tunai sebesar Rp7 miliar sebagai barang bukti.
Setelah pemeriksaan intensif, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka: Gubernur Rohidin Mersyah, Sekda Isnan Fajri, dan ajudan Evrianshah.
Ketiganya kini ditahan untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan KPK. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (r5/at)