Suarapena.com, JAKARTA – Penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 menjadi sorotan utama, dan menurut Pengamat Politik yang juga Direktur Pustaka Institute, Rahmat Sholeh, masalah ini tidak hanya disebabkan oleh jadwal Pilkada yang berdekatan dengan Pemilu dan Pilpres.
Faktor-faktor lain yang lebih mendalam juga turut memengaruhi rendahnya partisipasi politik dalam kontestasi daerah tersebut.
Rahmat menjelaskan bahwa rendahnya antusiasme masyarakat dalam Pilkada 2024 adalah isu yang perlu dicermati secara menyeluruh.
“Peningkatan partisipasi pemilih harus dilihat sebagai upaya yang bersifat multidimensi, mulai dari reformasi jadwal, peningkatan kualitas kandidat, hingga penguatan kepercayaan masyarakat terhadap politik itu sendiri,” ungkap Rahmat, Kamis (5/12/2024).
Menurut Rahmat, meskipun revisi terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada untuk memisahkan jadwal Pilkada dari Pemilu dan Pilpres mungkin bisa menjadi salah satu solusi, tapi ini bukanlah langkah yang paling utama. Perubahan regulasi semacam itu, menurutnya, hanya bersifat struktural dan administratif.
Sementara itu, akar permasalahan sesungguhnya berasal dari dinamika sosial-politik, terutama kejenuhan masyarakat terhadap politik yang semakin terasa.
Ia juga mengungkapkan bahwa rendahnya partisipasi pemilih bukan semata-mata disebabkan oleh jadwal yang tumpang tindih, tetapi juga oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap proses politik yang dianggap tidak membawa perubahan nyata.
“Banyak masyarakat merasa hasil politik yang ada tidak membawa dampak positif bagi kehidupan mereka, sehingga mereka enggan terlibat dalam Pilkada,” tambah Rahmat.
Selain itu, Rahmat menyoroti fenomena calon tunggal di 37 daerah, yang semakin memperburuk kualitas kompetisi politik.
“Kehadiran calon tunggal ini menunjukkan bahwa partai politik terkadang hanya mencalonkan kandidat sekadar formalitas, tanpa memberi pilihan yang menarik bagi pemilih,” tegasnya.
Terakhir, Rahmat berpendapat bahwa meskipun jeda antara Pemilu dan Pilkada bisa sedikit mengurangi kejenuhan politik, hal tersebut tidak akan cukup untuk membangkitkan minat masyarakat tanpa adanya perbaikan mendasar pada kualitas kandidat dan transparansi dalam proses politik.
Tanpa adanya perbaikan substantif dalam kualitas politik, ia yakin bahwa sekadar memisahkan jadwal tidak akan cukup untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pilkada mendatang. (r5/ds)