Scroll untuk baca artikel
HeadlinePena Kita

Pengemudi Ojek Online Tidak Hanya Berasal dari Pengangguran

×

Pengemudi Ojek Online Tidak Hanya Berasal dari Pengangguran

Sebarkan artikel ini

Oleh: Djoko Setijowarno
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat

ADA anggapan pemerintah yang keliru selama ini, bahwa bisnis transportasi daring telah membuka lapangan pekerjaan baru. Nyatanya, hasil survey Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan tahun 2019, menyebutkan pekerjaan sebelum menjadi pengemudi ojek daring tanpa pekerjaan (pengangguran) 18 persen. Tahun 2022, Kembali dilakukan survey Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, hasilnya tanpa pekerjaan (pengangguran) 16,09 persen.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Menindaklanjuti Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan melakukan survei untuk mengetahui persepsi masyarakat pengguna dan pengemudi ojek online terhadap penyesuaian biaya jasa (tarif) ojek online yang diberlakukan mulai hari Minggu (11 September 2022).

Berita Terkait:  Tidak Akan Dipecat, Megawati Perlu Gibran di Kubu Prabowo

Survey dilakukan rentang waktu 13 – 20 September 2022 dengan media survei online. Sampling adalah penduduk Jabodetabek pengguna ojek online dengan metode sampling kurang 5 persen. Wilayah survei Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Sebanyak 2.655 responden masyarakat pengguna ojek online dan 2.016 responden mitra ojek online.

Berita Terkait:  Youth as Pioneers of National Healthy

Pengguna Jasa
Masyarakat pengguna jasa ojek online didominasi oleh pria (53 persen), pekerjaan sebagai karyawan swasta (35,40 persen) dan pendapatan per bulan terbanyak di bawah Rp 3 juta. Dari segi pengeluaran, kebanyakan menghabiskan kisaran Rp 10 ribu – Rp 25 ribu (51,41 persen) untuk pemesanan ojek online dan kurang dari Rp 25 ribu (41,47 persen) untuk transportasi lainnya. Kebanyakan masyarakat mengaku alasan menggunakan ojek online karena lebih praktis (37,29 persen) dan lebih cepat (32,28 persen).

Aplikasi yang paling sering digunakan adalah Gojek (59,13 persen), diikuti Grab (32,24 persen), Maxim (6,93 persen), InDriver (1,47 persen) dan lainnya (0,23 persen). Sistem pembayaran yang disukai cash dan uang elektronik (41,69 persen), uang elektronik (32,532 persen) dan cash (25,69 persen). Frekuensi menggunakan ojek online per minggu terbanyak 1 – 3 hari per minggu (50,24 persen).

Berita Terkait:  Menemukan Antah Berantah, Mendaki Alam Liar Skotlandia

Kebanyakan masyarakat menggunakan ojek online dari rumah (70,62 persen) ke tempat kerja (29,57 persen). Jarak tempuh terjauh 4 – 8 km (41,24 persen) dengan maksud menggunakannya untuk bekerja/bisnis (57,74 persen).

Masyarakat menyatakan tarif yang berlaku wajar (52,32 persen). Reaksi terhadap biaya jasa (tarif) terbaru memilih tetap menggunakan sebanyak 49,76 persen dan beralih atau mengurangi frekuensi penggunaan 50,24 persen.

Demi Bakti atau Ambisi
Pena Kita

Oleh Yusuf Blegur TANPA pemberlakuan syariat Islam sesegera…