“Spiritnya kan meningkatkan kualitas demokrasi. Ukurannya, salah satunya perlu ada verifikasi. Nah, kalau parpol peserta pemilu 2014 hanya diverifikasi pada wilayah DOB, untuk di daerah lainnya di luar itu (DOB) siapa yang bisa menjamin?” tanyanya, Rabu (16/8/2017).
Herman pun menegaskan, KPU perlu menyiapkan mekanisme alternatif seandainya MK (Mahkamah Konstitusi) menerima gugatan pasal verifikasi parpol UU Pemilu. Hal ini dilakukan agar KPU tidak kewalahan dalam menyusun tahapan pemilu nantinya.
“Jika judicial review mengenai verifikasi itu dikabulkan oleh MK, KPU harus siap dan mekanismenya nanti bagaimana. Kekhawatirannya KPU kewalahan karena waktu makin mepet. Ibaratnya, sedia payung sebelum hujan,” ujar Herman.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan sinyal tetap akan memverifikasi seluruh partai politik yang akan menjadi peserta Pemilu Legislatif 2019.
Akan tetapi, untuk parpol peserta Pemilu 2014 yang akan kembali maju di Pemilu Legislatif 2019, kemungkinan hanya akan dilakukan verifikasi faktual di daerah otonomi baru (DOB). Sebab, sejumlah wilayah di Indonesia mengalami pemekaran.
“Makanya, KPU akan menggelar data Pemilu 2014 kemarin itu ada berapa kabupaten/kota, ada berapa provinsi,” kata Komisioner KPU Hasyim Asyari di sela-sela uji publik PKPU di Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Pasal 173 Ayat (2) Undang-Undang Pemilu menyebutkan, parpol dapat menjadi peserta pemilu apabila memenuhi syarat yaitu, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, 75 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, dan 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Beberapa pihak menilai pasal verifikasi partai politik dalam UU Pemilu diskriminatif. Partai Idaman dan Partai Perindo pun diprediksi akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). (sng)