Menanggapi masalah ini, Wakil Ketua II DPRD Kota Bekasi Heri Koswara menilai, ada pokok permasalahan di Kota Bekasi yang menyebabkan gejolak ini terjadi. Menurutnya, seharusnya tidak ada aksi pelayangan surat penambahan rombongan belajar (rombel) oleh Wali Kota Bekasi ke Provinsi Jawa Barat.
“Gejolak ini saya rasa hanya terjadi di Kota Bekasi, seharusnya tidak ada pelayangan surat itu (penambahan rombel). Soal perubahan sistem memang ada proses dan pasti bergejolak, itu biasa karena masih baru ya,” ujarnya, Senin (7/8/2017).
Heri menilai, gejolak penerapan alih kelola SMA/SMK di daerah lain di Jawa Barat tidak terjadi sebesar yang ada di Kota Bekasi. Pasalnya, pemerintah daerah lain di Jawa Barat tidak ada aksi protes atau pengajuan perubahan aturan yang sudah ditetapkan.
Pemerintah daerah kota dan kabupaten yang mendukung aturan dari provinsi menjalankan aturan yang ada. Sehingga dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) bisa berjalan kondusif dam selaras dengan program Provinsi Jawa Barat.
“Dengan tidak adanya tanggapan dari Jawa Barat berarti kan pengajuan itu ditolak,” imbuhnya.
Di sisi lain, Heri mengaku mendukung program yang dijalankan oleh Provinsi Jawa Barat soal alih kelola SMA/SMK menjadi di bawah provinsi. Alasannya, ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan oleh pemerintah daerah kota dan kabupaten mengenai fokus anggaran pendidikan.
“Saya malah mendukung, justru dengan alih kelola SMA/SMK oleh Jawa Barat, anggaran daerah bisa lebih optimal untuk SD dan SMP. Tahun ini memang masih bergejolak, itu biasa karena masa transisi,” papar Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Bekasi. (sng)