Oleh Bang Miqo
Santri Mekah asal Lamongan, Penulis Buku Renungan Qurani, dan Buku Bersama Cahaya
“Kamu dan tulisan-tulisanmu itu, menggembosi Ummat Islam,” kata salah seorang kawan baik. “Dan,” lanjutnya, “kamu terlalu terpengaruh pemikiran liberal. Padahal kamu tahu, tasawwuf dan liberal nggak ada hubungannya.”
Jujur sih, senang saja dengan mereka yang mau menunjukkan kesalahan, itu bukti persaudaraan, toh? Tapi bukan berarti jika dia salah, aku nggak boleh mengoreksi. Aku rasa, itu saling membangun.
“Ya silahkan kalau nggak setuju,” jawabku, “tapi karena tulisanku tentang pandangan Islam dan berdasar dalil, kamu juga harus mengingatkan kesalahanku dengan cara yang sama. Biar aku manut.” Adil, bukan? “Dan pemikiran sok Islam yang tereak-tereak, memaksakan kehendak, sok benar sendiri, pun bukan ajaran tasawwuf, kalau kamu tahu. Bahkan bukan ajaran Islam.”
Dan obrolan pun akhirnya kesana-kemari, aku tak tahu apa maksudnya. Yah… Jazahullah kher, semoga niat baik menelurkan amal baik.
Itu contoh kawan dengan cara berpikir yang bijak. Aku berterima kasih. Tapi, disana ada kelompok yang aku juga seharusnya berterima kasih tapi terpaksa, karena mereka memiliki cara yang lebih ekstrim, “kamu mendukung sikap orang non-muslim itu? Meski sikapnya baik, tapi dia kafir dan kamu itu sudah munafik!” Tak ada obrolan, dan hanya vonis.