Oleh: Dr. Ibnu Mazjah, S.H, M.H
Alumnus Program Doktor Program Studi Ilmu Hukum Universitas Airlangga
PEMILIHAN Kepala Daerah 2018 yang akan digelar secara serempak untuk 171 daerah pada tanggal 28 Juni 2018 tak urung menggiring isu seputar netralitas bagi kalangan TNI, Polri beserta aparat sipil negara (ASN). Netralitas bagi ASN, TNI dan Polri menjadi persoalan vital bagi terselenggaranya pemilu dan pilkada yang adil, karena secara struktural, dalam kedudukan mereka terdapat fungsi kewenangan yang dapat dipergunakan tidak sebagaimana mestinya untuk kepentingan yang menguntungkan salah satu calon dalam ajang pesta demokrasi tersebut. Sebagai akibat dari adanya kewenangan, melekat pula pertanggungjawaban para aparatur negara itu dalam kedudukannya sebagai subjek hukum administrasi.
Bertalian dengan pendekatan hukum administrasi, muncul pertanyaan ; apakah terhadap subjek hukum di luar ASN, TNI, maupun Polri, yang memiliki fungsi dan kewenangan sehingga dapat menjadi celah maladministrasi fungsi dalam pelaksanaan pilkada dan pemilu berlaku pula prinsip geen bevoegdhied (macht) zonder veraantwoordelijkheid (tidak ada kewenangan atau kekuasaan tanpa pertanggungjawaban)? Dalam pada itu, apakah pers nasional yang notabene berada di luar struktur ketatanegaraan dapat dibebankan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas-tugasnya berdasarkan amanah Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers sehubungan dengan perannya di ajang pilkada dan pemilu mendatang?